Peta Politik Pilkada Pasca Putusan MK

24 August 2024 16:01

DPR membatalkan pengesahan RUU Pilkada setelah mendapatkan kecaman dari berbagai elemen masyarakat di depan Gedung DPR dan berbagai kota di Indonesia. Ini artinya dalam pendaftaran pasangan calon kepala daerah pada 27 Agustus mendatang akan menerapkan putusan MK.

#KawalKeputusanMK pun menggema baik di media sosial maupun langsung di lapangan tepatnya di Gedung DPR dan berbagai daerah di Indonesia.

Setelah putusan MK ini, peta politik pencalonan kepala daerah pun berubah. Putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 membuka peluang bagi partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusung calon tanpa kursi di DPR. Sedangkan putusan MK Nomor 70 tahun 2024 terkait persyaratan usia calon kepala daerah.

Ini memungkinkan PDI Perjuangan atau gabungan parpol di luar KIM+ dan juga calon independen untuk maju. Hal ini juga berarti di tiap pemilihan gubernur dengan syarat suara sesuai dengan putusan MK memungkinkan bongkar pasang-pasangan calon atau bahkan muncul paslon baru.

Syarat Calon Kepala Daerah

Sebelumnya, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah oleh lewat Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora, Selasa, 20 Agustus 2024. Dalam putusannya, MK mengurangi syarat minimal ambang batas parpol bisa mengusung kandidat di pilkada.

Meski tidak menjadi pokok permohonan, MK menyatakan Pasal 40 (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada inkonstitusional. Beleid itu mengatur ambang batas bagi partai atau gabungan partai dalam mengusung kandidat, yakni minimum 20% jumlah kursi atau 25% akumulasi perolehan suara sah dalam DPRD.

MK akhirnya mengizinkan partai politik (parpol) yang minimal mempunyai 7,5 persen suara untuk mencalonkan pasangan calon gubernur-wakil gubernur di provinsi yang berpenduduk 6-12 juta jiwa. 

Selain itu, MK menolak permohonan Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian ketentuan persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).

Pasal 7 ayat 2 huruf e berbunyi usia calon gubernur dan wakil gubernur paling rendah 30 tahun. Sedangkan calon bupati-wakil bupati dan wali kota-wakil wali kota yaitu 25 tahun.

MK menegaskan syarat tersebut harus dipenuhi sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan calon gubernur dan wakil gubernur. 

Peta Dukungan Pilkada Daerah Khusus Jakarta

Ridwan Kamil-Suswono didukung olah 12 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indoneia Maju plus. Di mana dalam survei elektabilitas yang digelar Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) sebanyak 34,9%.

Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan yang mendapat sinyal kuat akan didukung oleh PDI Perjuangan (PDIP). Berdasarkan survei yang digelar SMRC, Anies Baswedan menduduki posisi pertama dengan angka 42,8%.

Terakhir ada Dharma Pongrekun-Kun Wardhana yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon independen di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024. Namun warga mengeluhkan dugaan pencatutan KTP untuk syarat dukungan yang mencapai ratusan.

Peta Dukungan Pilkada Jawa Tengah

Koalisi Indonesia Maju (KIM) resmi mengusung pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng. Setelah sebelumnya diduga kuat tak jadi mengusung Kaesang Pangarep yang terhalang putusan MK, soal batas umur di Pilkada 2024. Namun Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad membantah hal tersebut. Dasco mengeklaim pencalonan Ahmad Luthfi-Taj Yasin sudah dilakukan sejak sebelum putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Nama lain yang juga masuk survei ini adalah Sudaryono, Bambang Wuryanto atau dikenal sebagai Bambang Pacul dan juga Dico Ganinduto.

Peta Dukungan Pilkada Banten

Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mencapai kesepakatan untuk mengusung Andra Soni dan juga Dimyati Natakusumah. Namun hingga saat ini, baru tiga parpol yang menyerahkan dukungan secara resmi, yakni Gerindra, PAN dan PKS.

Sementara Golkar dan PDI Perjuangan hingga saat ini belum memutuskan calon yang akan diusung. Namun diduga ada calon kuat yang akan diusung yakni salah satunya nama Airin Rachmi Diany.
 
Baca: Putusan MK Bikin 7 Parpol di Semarang Bisa Usung Calon Pilkada Sendiri

Revisi UU Pilkada Batal, Menkumham Jamin Tak Ada Perppu

Muncul isu pemerintah bakal bermanuver terkait Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Aturan tersebut bakal digantikan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

"Ini kan terlalu didramatisir aja," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Jumat, 23 Agustus 2024.

Menurut dia, hal tersebut tak akan terjadi. Sebab, tak ada pembahasan di kalangan eksekutif terkait hal itu. Terlebih, sudah diputuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengikuti amar Mahkamah Konstitusi (MK), terkait UU Pilkada.

Supratman menegaskan tidak ada upaya pemerintah mengakali UU Pilkada dengan perppu. Dalam hal ini, pemerintah akan mengikuti putusan MK.

"Ini baru kali ini saya dengar dan sampai hari ini tidak ada upaya menuju ke arah sana," ucap Supratman. 

Pemicu Keraguan Publik

Akan tetapi, publik tidak percaya begitu saja. Berbagai elemen masyarakat bertekad tetap mengawal putusan Mahkamah itu, apalagi mereka mencium gelagat ada yang masih mencari celah untuk bermuslihat. 

Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebagai pihak yang harus melaksanakan putusan itu, misalnya, mengaku akan berkonsultasi lebih dahulu dengan DPR sebelum menetapkan hasil revisi peraturan KPU (PKPU) mengenai pencalonan kepala dan wakil kepala daerah Pilkada 2024. Mereka berdalih hal itu dilakukan untuk memenuhi tata tertib sesuai dengan keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Rapat konsultasi KPU dengan DPR yang rencananya digelar pada Senin (26/8) itu mau tidak mau mesti dikawal agar tidak menjadi forum akal-akalan dua lembaga tersebut untuk mencari celah mengabaikan putusan MK. Apalagi KPU selama ini mempunyai rekam jejak yang buruk dalam mematuhi konstitusi.

Rekam Jejak Ketidakpatuhan KPU pada Putusan MK

Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni, mencontohkan bagaimana lembaga tersebut tidak menjalankan putusan MK terkait dengan jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024. Saat itu KPU berdalih tidak mengubah aturan disebabkan permintaan dari DPR berdasarkan hasil konsultasi. Begitu juga soal pencalonan mantan terpidana yang hak politik mereka dicabut karena kasus tertentu.

Putusan MK mengubah segalanya. Rakyat kini diberi kesempatan untuk memilih calon yang sesuai dengan aspirasi mereka, tidak dipaksakan memilih calon tunggal atau bahkan kotak kosong. 

Rakyat pun kini wajib terus mengawal putusan MK ini, karena sifatnya mengikat dan wajib dilaksanakan oleh seluruh pihak, tanpa terkecuali. Semua pihak, termasuk DPR, KPU, Bawaslu, partai politik, pemerintah, hingga masyarakat, harus mematuhi isi putusan MK itu.

Jangan sampai terjadi upaya pembegalan konstitusi, hanya untuk mengakomodir kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)