Para pemimpin Tiongkok meremehkan potensi dampak dari perang dagang yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Mereka menyatakan bahwa mereka memiliki kapasitas untuk melindungi lapangan kerja dan membatasi kerugian akibat tarif tinggi terhadap ekspor Tiongkok.
Sejumlah pejabat senior dari berbagai kementerian berbicara dalam sebuah konferensi pers di Beijing pada Senin, 28 April 2025. Bertujuan untuk menguatkan kepercayaan publik, mereka menjanjikan dukungan bagi perusahaan dan para pengangguran, pelonggaran syarat kredit, serta kebijakan-kebijakan lain untuk mengatasi dampak dari kombinasi tarif yang bisa mencapai hingga 145% terhadap barang impor Tiongkok ke AS.
Wakil Direktur Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Zhao Chenxin menegaskan bahwa Tiongkok menolak terhadap apa yang mereka sebut sebagai tindakan perundungan. Ketidakpastian masih menyelimuti status komunikasi antara Gedung Putih dan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
"Mereka menciptakan alat tawar menawar dari ketiadaan, melakukan perundungan, dan mengingkari janji, yang membuat semua orang semakin menyadari satu hal, yaitu bahwa apa yang disebut 'tarif timbal balik' itu bertentangan dengan tren sejarah, dan hukum ekonomi. Merusak aturan dan tatanan perdagangan internasional. Dan pastinya akan berakhir gagal," kata Zhao dikutip dari Headline News, Metro TV, Selasa, 29 April 2025.
Perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia berpotensi memicu resesi di Amerika Serikat dan membawa dampak global. Meski demikian, para pejabat Tiongkok tetap yakin bahwa ekonomi negara tersebut memiliki momentum untuk tumbuh sekitar 5% pada tahun ini sejalan dengan pertumbuhan pada tahun 2024.