.
Tiga jurnalis Metro TV membagikan pengalaman mereka usai kembali dari misi kemanusiaan untuk warga Palestina di Gaza. Mereka adalah Insan Suardi yang tergabung dalam misi pengiriman bantuan via udara (airdrop), serta Iqbal Himawan dan Yahdin Syahrizal yang bergabung dengan tim Global Sumud Flotilla untuk menembus blokade laut.
Misi yang mereka jalani sarat dengan tantangan dan ancaman nyata, mulai dari pengawasan militer hingga upaya sabotase. Pengalaman ini menunjukkan betapa sulitnya menyalurkan bantuan ke wilayah konflik tersebut.
Bantuan dari Langit Gaza
Jurnalis Metro TV, Insan Suardi, menceritakan pengalamannya saat bergabung dengan Satgas Garuda Merah Putih untuk mengirimkan bantuan langsung dari udara. Dalam misinya, ia menyaksikan langsung kondisi
Gaza yang hancur dari ketinggian.
"Penerbangan dari Yordania sampai Gaza itu satu jam, (proses) airdrop-nya cepat banget cuman satu menit seluruh bantuan langsung lepas dari dua pesawat," ungkap Insan dikutip dati
Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, Senin, 22 September 2025.
Ia juga menjelaskan bagaimana timnya diikuti oleh pesawat tanpa awak dan kapal perang
Israel saat melintasi Laut Mati. Momen tersebut menegaskan risiko tinggi yang harus dihadapi dalam setiap sorti penerbangan bantuan kemanusiaan.
"Saya tidak bisa membayangkan seperti apa mereka hidup setiap hari dengan kondisi yang mencekam, tidak memiliki makanan, dan hanya mengharapkan bantuan dari sejumlah negara," tambahnya.
Menghadapi Ancaman di Darat dan Laut
Sementara itu, jurnalis Metro TV Iqbal Himawan dan Yahdin Syahrizal mengalami tantangan berbeda saat mengikuti
Global Sumud Flotilla. Mereka dipersiapkan untuk menghadapi skenario terburuk, termasuk kemungkinan penangkapan oleh tentara Israel.
"Kami mengalami semua training dan simulasinya. Bahkan dilengkapi simuasi menghadapi IDF yang menyerang armada," ujar Iqbal.
Tim
Global Sumud Flotilla juga menghadapi ancaman serangan drone sebanyak dua kali dan berbagai upaya sabotase yang menghambat perjalanan kapal. Kejadian ini memaksa misi untuk mengubah strategi demi keamanan para relawan dan jurnalis.
"Dalam simulasi juga dibuat latihan menghadapi
drone yang membuat kami menyadari serangan-serangan itu betul-betul dapat terjadi. Bahkan sebelum kapal berlayar pun muncul ancaman dari Israel," tambahnya.
Meskipun menghadapi rintangan berat dan tidak semua relawan dapat melanjutkan perjalanan hingga titik akhir, misi ini dianggap berhasil menarik perhatian dunia. Menurut Yahdin Syahrizal, yang terpenting adalah terus menyuarakan kondisi di Gaza agar dunia tidak tinggal diam.
"Walaupun kita warga-warga Indonesia tidak bisa untuk pergi ke Gaza, setidaknya kami membantu hal-hal kecil untuk memberi eksposur agar dunia dapat melihat bagaimana situasi Gaza," ujar Yahdin.
(Daffa Yazid Fadhlan)