Sebanyak empat orang tewas dan 20 orang luka-luka dalam serangan rudal drone Rusia ke wilayah Ukraina, pada Sabtu, 25 Oktober 2025 waktu dini hari. Menurut laporan pejabat setempat, serangan rudal tersebut mengakibatkan bangunan komersial hancur dan terbakar.
Militer Ukraina menyatakan, bahwa Rusia telah meluncurkan sembilan rudal dan 62 drone penghancur. Beberapa di antaranya berhasil dihancurkan oleh militernya.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa negaranya sudah menembak jatuh 121 drone Ukraina di wilayah Rusia, pada malam yang sama.
Atas insiden ini, Presiden Ukraina
Volodymyr Zelensky berharap perlindungan dari Amerika Serikat (AS) dengan memberikan 25 unit sistem patriot untuk memperkuat pertahanan udara, khususnya di kota-kota besar.
Ia juga mendorong agar Negeri Paman Sam tersebut memberikan sanksi terhadap industri minyak Rusia dan meminta persenjataan jarak jauh untuk membalas serangan ke Moskow.
Rusia Mendapat Sanksi Industri Minyak dari AS
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyambut baik keputusan AS menjatuhkan sanksi baru terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, pada Kamis, 23 Oktober 2025. Zelensky menyebut langkah tersebut sebagai tindakan yang adil dan sepenuhnya pantas untuk mendorong perdamaian.
“Langkah sanksi baru AS terhadap raksasa minyak Rusia merupakan sinyal jelas bahwa memperpanjang perang dan menyebarkan teror akan menimbulkan konsekuensi,” tulis Zelensky di Telegram, seraya menyampaikan terima kasih kepada Presiden Donald Trump dan pemerintahannya atas keputusan yang disebutnya “tegas dan tepat sasaran.”
Ia menegaskan bahwa tekanan terhadap Rusia merupakan sarana paling efektif untuk mencapai perdamaian. “Sanksi adalah salah satu komponen utamanya, karena perdamaian yang andal dan berkelanjutan tidak memiliki alternatif,” ujar Zelensky.
Dikutip dari Anadolu, Jumat, 24 Oktober 2025, sehari sebelumnya, Washington mengumumkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, dengan alasan bahwa Moskow tidak menunjukkan komitmen serius terhadap proses perdamaian untuk mengakhiri perang di Ukraina.
(Shandayu Ardyan Nitona Putrahia Zebua)