Penguatan Tata Kelola Beneficial Ownership untuk Cegah Korupsi dan Pencucian Uang

20 November 2025 15:56

Kementerian Hukum Republik Indonesia terus berupaya memperkuat transparansi dan tata kelola di sektor usaha dan keuangan melalui regulasi Beneficial Ownership (BO) atau Kepemilikan Manfaat. Langkah strategis ini dilakukan untuk menjaga akuntabilitas dunia usaha dan mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan korupsi.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Dr. Widodo menjelaskan, BO adalah pemilik manfaat yang merupakan orang perseorangan yang secara langsung dapat memengaruhi kebijakan sebuah perusahaan.

"BO adalah pemilik manfaat Perpres 13/2018 yang telah mengatur khusus mengenai BO ini, di mana pemilik manfaat adalah orang perseorangan yang dia bisa karena kepemilikan, karena pengaruh maupun karena kepentingan lainnya yang secara langsung bisa memengaruhi sebuah kebijakan perusahaan," ujar Widodo, dikutip dari Prioritas Indonesia Metro TV, Kamis, 20 November 2025.

Landasan hukum dan manfaat BO

Secara payung hukum, pengaturan mengenai BO tertuang dalam Perpres 13/2018 dan diikuti oleh Permenkumham 15/2019 dan 22/2025. Bahkan, gagasan mengenai BO ini sudah diamanatkan oleh konstitusi dan MPR dalam rangka demokrasi ekonomi yang menuntut transparansi dan akuntabilitas.

Widodo menjelaskan, dengan adanya pencatatan BO, transparansi perusahaan semakin terbuka dan kepemilikan akhir atas perusahaan dapat diketahui. Data ini sangat penting bagi aparat penegak hukum (APH).

"Bagi APH akan semakin tahu bukan hanya sekadar mengetahui pemilik formalnya yang tercatat sebagai pengurus maupun pemegang sahamnya, tetapi aktor di balik itu, penanggung jawab akhir dari perusahaan itu," tegasnya.

Pencatatan BO juga merupakan komitmen Indonesia sebagai anggota Satuan Tugas Aksi Keuangan (FATF) di kancah internasional. Dunia internasional memandang serius langkah ini. Jika data BO valid, hal itu memperkuat iklim investasi.

"Kalau Indonesia bisa memberikan data itu dengan baik, tentu mereka akan semakin yakin bahwa easy doing business di Indonesia ini cukup menjanjikan. Dan itu tentu baik untuk ekosistem ekonomi kita ke depan," ujar Widodo.
 



Transformasi digital dan tantangan

Dalam upaya meningkatkan transparansi, Ditjen AHU saat ini sedang merencanakan transformasi digital secara menyeluruh. Tujuannya adalah memindahkan 149 layanan yang ada dari manual menjadi digital. Dengan transformasi ini, proses perizinan dan akses data BO dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun.

Namun, dalam pelaksanaannya, masih ada tantangan. Salah satunya adalah risiko validitas data yang disajikan, terutama mengingat pendaftaran BO dilakukan secara mandiri atau self-assessment.

Widodo menegaskan bahwa ke depan, perlu dilakukan verifikasi antar kementerian atau lembaga dengan sumber data yang ada di AHU. Keterbukaan data BO ini penting untuk mencegah trik klasik korporasi.

"Tantangannya di antaranya BO-nya tidak valid. Didaftarkan secara self-assessment tetapi ketika di-tracing ternyata pemilik manfaat akhir bukan dia, ada lagi aktor lain yang menerima. Ini tentu tidak fair bagi kita dalam upaya membangun perekonomian nasional," kata Widodo.

Secara tidak langsung, penguatan BO ini juga menguntungkan masyarakat karena berdampak pada peningkatan pendapatan negara dari jalur pajak. Selain itu, korporasi yang transparan menunjukkan penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang baik, meningkatkan kepercayaan investor domestik maupun asing.

(Aulia Rahmani Hanifa)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Sofia Zakiah)