NEWSTICKER

Editorial Malam: Lompat Pagar Spionase Negara

N/A • 18 September 2023 23:04

Organisasi intelijen yang seharusnya menjadi alat untuk memata-matai musuh negara telah lompat pagar di era pemerintahan Joko Widodo. Sekurang-kurangnya tiga lembaga intelijen mulai dari Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI), dan Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam Polri), malah berkeliaran bebas melakukan aksi spionase di tubuh partai politik di Indonesia.

Ini bukan tuduhan karena Presiden sendiri yang mengucapkan itu ketika menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023). "Dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju kemana saya tahu. Informasi yang saya terima komplet," kata Jokowi.

Rupanya selama ini agen rahasia diam-diam ditanam untuk mengorek jeroan partai politik, sehingga Kepala Negara bisa dengan mudahnya mengetahui sepak-terjang, gerak-gerik, serta ke mana arah partai politik akan bergerak. Ini jelas sudah kabur dari misi suci para telik sandi. Undang-undang sejatinya mengamanatkan kepada mereka untuk mendeteksi adanya ancaman terhadap eksistensi sebuah negara, bukan malah mata-matai partai politik yang merupakan bagian penting dari demokrasi.

Pasal 4 dan 5 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara menyebut dengan jelas perihal tugas dan peran intelijen yakni mencari, mengumpulkan, menganalisis, dan menyampaikan informasi terkait ancaman keamanan nasional kepada pemimpin negara atau pemerintah. Berpijak pada aturan tersebut maka pemantauan terhadap partai politik menjadi bukti bahwa tugas intelijen melenceng dari esensi utama yaitu mengantisipasi ancaman dari pihak lawan. 

Publik kini menaruh tanda tanya besar kepada Presiden Jokowi. Apakah ia sudah menjadikan partai politik di Indonesia sebagai lawan sekaligus ancaman terhadap keamanan nasional? Deretan tanda tanya akan semakin panjang karena tidak ada ideologi terlarang yang dianut oleh 18 partai politik nasional serta 6 partai politik lokal Aceh yang menjadi peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Lalu apa urgensinya melakukan operasi intelijen terhadap partai politik di Indonesia? Musuh negara, jelas bukan karena partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi di negeri ini. Menganut paham terlarang seperti komunisme juga tidak. Itu yang harus dijawab dengan terang-benderang oleh Jokowi soal sesumbarnya mendapat informasi intelijen yang super lengkap terkait dengan gerak-gerik partai politik. 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang prihatin dengan isu tersebut mengirim sinyal telah terjadi pelanggaran undang-undang oleh Kepala Negara. Pasal 1 angka 1 dan 2 UU Intelijen Negara dengan tegas mengatur bahwa informasi intelijen itu seharusnya terkait dengan musuh negara atau masalah keamanan nasional dan bukan terkait dengan masyarakat politik serta juga masyarakat sipil.

Koalisi bahkan menilai tindakan Jokowi justru merupakan ancaman bagi kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia. Kuat dugaan bahwa telah terdapat indikasi adanya penyalahgunaan kekuasaan terhadap alat-alat keamanan negara untuk melakukan kontrol dan pengawasan demi tujuan politiknya. Kekhawatiran mereka sangatlah beralasan karena belum lama ini Jokowi terang-terangan akan melakukan cawe-cawe politik. Hal itu disampaikan Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi sejumlah media serta content creator di Istana Negara, Senin (29/5/2023). 

Oleh karena itu, publik berhak gerah, pantas khawatir, karena benang merahnya sudah semakin terlihat jelas. Mulai dari cawe-cawe politik sampai soal maraknya aktivitas intelijen di tubuh partai politik. Kita harus katakan dengan lantang agar itu semua harus segera dihentikan. Biarkan partai politik bekerja dan berkarya tanpa harus dimata-matai oleh negara. Pak Jokowi, jangan karena sedang berkuasa bisa seenak-enaknya menggunakan alat negara demi syahwat politik semata. Sudahlah!

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Silvana Febriari)