9 October 2025 08:20
Tujuan utama pembangunan nasional berdasarkan Pembukaan UUD 1945 adalah menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, meningkatkan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Begitu juga Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Namun, kenyataannya banyak terjadi pembangunan yang mestinya didesain untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat ternyata justru menyengsarakan rakyat, mencerabut rakyat dari akar tempat tinggal mereka. Bahkan, di sejumlah tempat, pembangunan justru merampas hak kepemilikan lahan dan adat rakyat serta alih fungsi lahan yang menyengsarakan rakyat karena menciptakan kehancuran lingkungan.
Kondisi itulah yang terjadi pada banyak proyek strategis nasional (PSN) yang dijalankan pemerintah sejak 2016 melalui Perpres Nomor 3 Tahun 2016. Proyek yang berjumlah 233 buah dari Sabang sampai Merauke dengan total nilai investasi lebih dari Rp6.200 triliun itu, menimbulkan berbagai konflik sosial, kriminalisasi warga, dan kerusakan lingkungan serius.
Di Wadas Jawa Tengah, di Rempang Kepulauan Riau, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, pembukaan hutan di Papua, Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah, dan sejumlah daerah lainnya yang terkena proyek PSN itu, rakyat terus-menerus memprotes proyek yang residunya merusak itu. Belum lagi tambahan 14 PSN baru pada 2024.
Kondisi tersebut bertolak belakang dengan tujuan PSN yang dicanangkan pemerintah, yakni untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, serta untuk menyerap tenaga kerja yang lebih luas di tengah persaingan global dan tantangan ekonomi.
Baca juga: PSN sebagai Urat Nadi Pemerintah, Jika Gagal Rakyat Menjadi Tumbalnya |