Anggota Komisi XI DPR RI Kaisar Kiasa Kasih Said Putra (Foto:Dok)
30 September 2025 08:05
DPR RI telah menyepakati arah kebijakan pemerintah melalui APBN 2026 yang berfokus pada delapan Program Strategis Nasional (PSN). Pemerintah optimistis program ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Delapan PSN tersebut meliputi ketahanan pangan, ketahanan energi, Makan Bergizi Gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, pembangunan desa serta koperasi dan UMKM, pertahanan semesta, serta akselerasi investasi dan perdagangan global.
Program-program ini ibarat jantung yang memompa kehidupan bagi perekonomian bangsa. Bila berjalan efektif, dampaknya akan mengalir hingga ke akar rumput melalui penciptaan lapangan kerja, penguatan daya beli, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namun jika tata kelolanya lemah,maka jantung itu bisa berhenti berdenyut, dan masyarakatlah yang pertama kali merasakan dampaknya.
Dalam postur APBN 2026 terdapat beberapa catatan penting, sebagai berikut:
1. Berkurangnya alokasi Transfer Ke Daerah (TKD) yang berpotensi melemahkan kapasitas fiskal daerah.
Pengurangan TKD ini dapat diimbangi dengan optimalisasi Tugas Perbantuan Pusat ke Daerah yang anggarannya meningkat menjadi Rp1.367 triliun. Anggaran sebesar ini harus didistribusikan secara adil dan efisien agar tidak menimbulkan fiscal gap antar daerah. Pemerintah juga perlu menyiapkan langkah mitigasi sejak dini sebagai “rem darurat” jika terindikasi masalah, sehingga dampak negatif tidak merembet ke sektor lain. Dengan langkah mitigasi yang tepat, transparan, dan tata kelola akuntabel, program dapat kembali ke jalurnya dan mencapai policy objectives yang diharapkan.
2. Potensi monopoli dalam pelaksanaan PSN akibat minimnya kesiapan pada infrastruktur, lemahnya perencanaan program, serta minimnya pengawasan.
Berdasarkan temuan fakta di lapangan, pelaksanaan PSN masih menyisakan sederet persoalan. Pada program MBG misalnya, ditemukan kasus keracunan siswa/i, keluhan guru terkait tambahan beban tugas distribusi, hingga keluhan pelaku UMKM dan masyarakat lokal yang merasa dirugikan dengan adanya program MBG. Hal ini adalah gambaran kesenjangan antara desain program di pusat dan realitas implementasi di lapangan.
Baca juga:
Rp 200 T Dipindahkan ke Himbara Sah secara Hukum, Efektifkah untuk Masyarakat Umum? |