Jakarta: Situasi di Gaza belum reda dari serangan Zionis Israel. Di Gaza, sebuah tragedi kembali merenggut mereka yang seharusnya menjadi saksi, bukan korban. Pada Senin, 25 Agustus 2025, serangan udara ganda Israel menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.
Ledakan pertama menghancurkan bangunan, kemudian yang kedua menyambar siapa saja yang datang untuk menolong.
Sejumlah jurnalis menjadi korban serangan Israel kemarin, di antaranya fotografer Al Jazeera Mohammad Salama, cameraman Reuters Hussam Al-Masri, jurnalis freelance dan bekerja di AP dan The Independent Arabic Mariam Abu Daqqa, kontributor Middle East Eye & Quds Network Ahmed Abu Aziz, jurnalis lokal Moaz Abu Taha, dan koresponden Al-Hayat al-Jadida Hassan Douhan.
Mereka gugur bukan di medan tempur tapi di medan cerita saat mereka memastikan dunia tidak menutup mata.
Israel menyebut bahwa serangan ini salah, mereka sebenarnya menargetkan kamera Hamas. tapi yang hancur bukan sekedar kamera tetapi ada nyawa, cita-cita, dan mimpi mereka yang percaya bahwa kebenaran layak diperjuangkan meski dengan nyawa sendiri.
Baca juga: Satgas Merah Putih II Terjunkan 91,4 Ton Bantuan Kemanusiaan di Gaza |
Pola serangan double-tap strike
Rudal pertama menghantam target sasaran, rudal kedua menyusul beberapa menit kemudian. Rudal kedua ini dilancarkan saat warga sipil, penolong, dan jurnalis sudah berkumpul di lokasi.
Metode ini kerap dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap humaniter internasional. Sebab serangan kedua tersebut ditujukan bukan untuk kombatan, tetapi kepada mereka yang berusaha menolong dan melaporkan kejadian.
Dalam terminologi perang modern, double-tap strike identik dengan membungkam saksi mata dan menebar teror agar tidak ada lagi yang berani mendekat.
Tragedi di Khan Younis tersebut sontak menuai reaksi dunia. Committe to Protect Journalist (CPJ) menyebut serangan tersebut menghantam kebebasan pers. Sementara Reporters Without Borders (RSF) menegaskan bahwa menargetkan jurnalis adalah kejahatan perang.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan investigasi independen, dan menilai serangan tersebut merupakan ancaman serius bagi hukum humaniter.
Makna yang lebih luas
Bagi dunia, ini bukan hanya sekedar tragedi lokal. Serangan ganda tersebut adalah sinyal yang mengguncang, bahwa di tengah konflik yang tak kunjung usai, kebenaran pun dibungkam. Jurnalis yang seharusnya menjadi saksi mata, justru menjadi target.
Tragedi ini menunjukkan jurnalis bukan hanya sebagai saksi, tetapi juga menjadi target dalam konflik.
Dunia kembali diingatkan bahwa perang modern bukan hanya soal senjata, tetapi juga soal siapa yang berhak menyampaikan cerita.
Sumber: Redaksi Metro TV