Demokrasi Indonesia Terus Merosot di Era Jokowi
N/A • 20 May 2023 08:37
Era reformasi sudah berjalan 25 tahun, tetapi demokrasi di Indonesia relatif belum sepenuhnya kokoh. Bahkan, kebebasan sipil yang jadi syarat mutlak sebuah demokrasi masih belum menemukan ruang kebebasannya.
Sudah 25 tahun bangsa Indonesia lepas dari belenggu rezim otoriter orde baru dan mulai melangkah memasuki era reformasi, dengan harapan ruang untuk kebebasan sipil semakin terbuka selebar-lebarnya. Namun, faktanya kebebasan sipil, khususnya dalam menyampaikan pendapat, justru semakin tidak terjamin.
Terkikisnya kebebasan berpendapat di Indonesia tecermin dari banyaknya data yang menunjukkan bahwa kebebasan sebagai syarat mutlak demokrasi di republik ini kian merosot.
Seperti data yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit yang menunjukkan indeks demokrasi pada aspek kebebasan sipil pada 2019-2020 yang mendapat skor hanya 5,59, jauh dari dari skor rata-rata 6,48, meski di 2021-2022 skor kebebasan sipil ada sedikit peningkatan menjadi 6,18, itu belum cukup dan masih dibawah skor rerata tahun itu yakni 6,71.
Jika dibandingkan dalam 15 tahun terakhir, skor kebebasan sipil pada 2022 ini memang bukan yang terendah tapi harus diakui mengalami penurunan.
Selain kebebasan sipil, skor aspek budaya politik Indonesia juga terus merosot, data 2022 menunjukkan skor budaya politik tercatat hanya 4,38, bahkan menjadi yang terendah dalam 15 tahun terakhir.
Sementara data dari Freedomhouse.org, sebuah organisasi nirlaba yang bermarkas di Washington DC, yang sejak 1973 sudah menyusun indeks demokrasi beberapa negara di dunia, menunjukkan bahwa indeks demokrasi Indonesia terus merosot, tren skor kebebasan di Indonesia terus turun dari 2014 yang sempat menyentuh 65 poin dari skala penilaian 0 hingga 100, kini di 2023 menyentuh skor 58 poin.
Jika dilihat dari dua komponen besar pengukurannya, skor kebebasan sipil lagi-lagi anjlok, bahkan berdasarkan rilis terbaru skor kebebasan sipil di republik ini hanya 28 poin. Sementara itu skor komponen hak-hak politik, juga tidak menunjukkan perbaikan signifikan, malah cenderung stagnan di 30 poin.
Tidak heran jika dalam laporannya The Economist Intelligence Unit menegaskan Indonesia adalah negara dengan demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Negara dalam kelompok ”cacat” ini masih memiliki masalah fundamental, seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang antikritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal.
Data di atas menunjukkan bahwa kualitas demokrasi setelah 25 tahun reformasi masih dibayangi oleh rapuhnya jaminan pada hak-hak sipil, pemerintah juga dinilai belum maksimal dalam menjamin kebebasan sipil yang merupakan variabel penting dalam demokrasi rakyat. Bagaimanapun masyarakat sipil yang kuat menjadi salah satu pilar demokrasi.
Saat ini, bangsa ini menyambut seperempat abad reformasi, perhatian perlu ditujukan untuk membenahi jaminan kebebasan untuk berpendapat, selain sebagai mandat konstitusi, hak sipil ini juga menjadi bagian penting untuk membangun demokrasi yang kokoh.
(M. Khadafi)