NEWSTICKER

Tag Result: reformasi birokrasi

Bedah Editorial MI: Politik Mercusuar Reformasi Hukum

Bedah Editorial MI: Politik Mercusuar Reformasi Hukum

Nasional • 4 days ago

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD tampaknya tidak lagi berpikir untuk melakukan pembenahan sektor hukum di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Buktinya, Mahfud membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum untuk menghasilkan rekomendasi kepada pemerintahan pasca-Jokowi-Ma'ruf. Melalui keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2023, Tim Percepatan Reformasi Hukum nantinya akan merumuskan naskah akademik dan rancangan kebijakan hukum di Indonesia. Kebijakan itu nantinya akan diteruskan di pemerintahan periode selanjutnya.

Mahfud mengumpulkan sejumlah nama beken masuk ke tim percepatan reformasi hukum tersebut. Ada mantan pimpinan KPK Laode M Syarif, Profesor Harkristuti Harkrisnowo, Suparman Marzuki, Adrianus Meliala, Mas Achmad Santosa, Eros Djarot, Yunus Husein, Feri Amsari, Bivitri Susanti, Najwa Shihab, dan lain-lain. Bila melihat profil penggawanya, selama ini merekalah yang kerap mengkritik buruknya implementasi penegakan hukum di negeri ini. Mereka pula yang kerap bersuara lantang terhadap masih masifnya perilaku korup para petinggi negeri. 

Alangkah elok dan bertanggung jawabnya Mahfud jika upaya percepatan reformasi hukum ditargetkan untuk membenahi persoalan hukum saat ini yang memang menjadi tanggung jawabnya atas pembenahan hukum. Ketika seluruh perangkat hukum berada di genggamannya. Semestinya warisan kinerja atas pembenahan hukum di masa jabatannyalah yang harus ditinggalkan sehingga bisa menjadi landasan, fondasi untuk penyempurnaan bagi pemerintahan selanjutnya. Bukan warisan berupa rekomendasi yang hasilnya berupa lembaran kertas.

Sekali lagi, pembentukan tim ini memunculkan tanda-tanya besar. Apakah Mahfud sudah tidak percaya lagi dengan perangkat hukum yang ada saat ini sehingga harus melompat ke periode pemerintahan selanjutnya? Jika alasan pembentukannya dipertanyakan, sebaiknya eksistensinya dievaluasi, baik itu oleh Presiden Jokowi sebagai bos Mahfud MD maupun para penggawanya sendiri. Sangat disayangkan jika tokoh-tokoh beken yang dikenal kritis selama ini hanya menjadi 'pajangan' tanpa jelas tujuan dan target kinerjanya. 

Jangan sampai tim ini hanya menjadi politik mercusuar demi kepentingan pencitraan semata. Patut kiranya mereka mempertanyakan tujuan, urgensi, dan kebutuhan pembentukan tim ini di tengah ketidakjelasan produk yang akan dihasilkannya. Ketika produknya hanya akan memenuhi keranjang sampah, kerja tim ini jelas sia-sia. Pasalnya, seluruh kebutuhan dan kerjanya dibiayai negara, dari pajak rakyat. Jangan hamburkan uang rakyat untuk sesuatu yang tidak efisien, tak efektif, dan bahkan tidak rasional itu.

Sumber: Media Indonesia

Demokrasi Tinggal Janji?

Demokrasi Tinggal Janji?

Nasional • 6 days ago

Demokrasi sejatinya merupakan sebuah sistem pemerintahan dimana seluruh lapisan masyarakat berkontribusi untuk kepentingan bersama. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Namun, bagaimana jika kata demokrasi telah beralih makna, dimana demokrasi hanya untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu? Apakah janji manis para pemimpin dalam orasinya terlupakan begitu saja karena tenggelam dalam nikmat kekuasaan?

Pelaku Utama Tragedi Trisakti Belum Terungkap Setelah 25 Tahun Reformasi

Pelaku Utama Tragedi Trisakti Belum Terungkap Setelah 25 Tahun Reformasi

Nasional • 11 days ago

Setelah 25 tahun reformasi, belum ada tindak lanjut penyidikan tragedi Trisakti, Semanggi I dan II di tahun 1998 dan 1999. Padahal, Presiden Joko Widodo di awal tahun ini telah mengakui adanya pelanggaran HAM berat pada ketiga peristiwa penembakan mahasiswa itu. 

Tragedi Trisaksi pada 12 Mei 1998 mengawali tragedi gerakan reformasi penumbangan rezim orde baru yang kini sudah berusia 25 tahun. Sejak Soeharto turun dari jabatan Presiden RI pada 21 Mei 1998, hingga 2023, aktor utama penembakan terhadap empat mahasiswa Trisaksi saat demonstrasi belum juga terungkap. 

Keluarga korban masih kecewa dengan proses hukum yang digelar pada 1998 dan 2002 di Pengadilan Militer. Sebab hanya menghadiri perwira bawahan dari sejumlah personel Polri yang diduga terlibat. 

Sebelumnya, pada 2001 Pansus DPR RI yang dibentuk atas desakan keluarga korban dan mahasiswa menyimpulkan tidak terjadi pelanggaran HAM berat dalam kasus Trisakti. Begitu pula dengan kasus Semanggi I 1998 dan Semanggi II 1999. 

Kontras temuan Komnas HAM berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup menyebutkan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan Komnas HAM itu diberikan kepada Kejaksaan Agung untuk segera dilakukan penyidikan pada April 2002. Namun hingga kini belum ada tindak lanjut penyidikan dari Kejaksaan Agung. 

Pada 11 Januari 2023, Tragedi Trisaksi, penembakan Semanggi I dan II dinyatakan sebagai satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui Presiden Joko Widodo. Namun, Amnesty Internasional menyebut pengakuan Presiden Jokowi tidak ada artinya tanpa pertanggung jawaban hukum dan keadilan bagi korban. 

Aktivis 98 Sebut Cita-Cita Reformasi Gagal

Aktivis 98 Sebut Cita-Cita Reformasi Gagal

Nasional • 11 days ago

Lepas dari seperempat abad, pemberantasan korupsi justru jauh dari cita-cita reformasi. Bahkan aktivis 98 menyebutnya gagal. 

"Kami hanya mengingatkan itu kepada bangsa Indonesia, sekaligus juga kami meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia bahwa reformasi telah gagal kami kawal," kata Alumni Aktivis '98, Dandi Mahendra. 

Bertepatan dengan 25 tahun tumbangnya rezim orde baru, eksponen aktivis 98 berkonsolidasi dan membacakan maklumat. Tujuannya untuk tetap berjuang mewujudkan agenda reformasi yang masih belum terlaksana dan cenderung gagal. 

Salah satu poin dalam agenda reformasi yang belum terlaksana adalah pemberantasan korupsi. Jika sebelum reformasi, korupsi hanya terjadi di kalangan keluarga Presiden Soeharto. Kini korupsi tidak hanya dilakukan golongan elite, melainkan juga dilakukan perangkat desa. 

25 Tahun Reformasi Belum Semua Janji Terpenuhi

25 Tahun Reformasi Belum Semua Janji Terpenuhi

Nasional • 13 days ago

Reformasi telah berusia 25 tahun, banyak perubahan dan kemajuan yang dicapai hingga saat ini tapi tidak sedikit yang jauh dari harapan atau mengalami kemunduran.

Mei bisa dibilang bulan ‘kramat’ bagi para aktivis. Reformasi 1998 menjadi titik balik Indonesia yang berhasil menggulingkan rezim Orde Baru yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Setelah akhirnya berhasil, ada enam agenda reformasi yang segera dituntut untuk dilakukan pemerintah.

Pertama yaitu supremasi hukum, upaya menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Namun, pada kenyataannya upaya tersebut tidak berjalan yang terbukti dari kasus kematian mahasiswa Trisaksi pada Mei 1998 lalu hingga saat ini tak kunjung ada titik terang.

Kedua yaitu pemberantasan KKN. Justru selama beberapa tahun terakhir Indeks Presepsi Korupsi (IPK) Indonesia anjlok. Pada 2021 nilainya 38 kini menjadi 34 yang artinya semakin mendekati nol semakin korup negara tersebut.

Bergantinya rezim di Tanah Air tak bisa dipisahkan dari perkembangan demokrasi di Indonesia. Hanya saja dari tahun ke tahun, tren skor kebebasan di Indonesia justru terus menunjukan penurunan.

Penurunan tren skor kebebasan Indonesia ini dipengaruhi dua komponen, pertama hak politik dan kebebasan sipil.

Demokrasi juga bisa diartikan memilih pemimpin negeri ini secara langsung. Hanya saja demokrasi yang harusnya berjalan maju kini terancam mengalami kemunduran setelah adanya uji materi sistem Pemilu di MK. Permohonan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan nomor perkara ini mulai disidangkan pada 23 November 2023.

25 Tahun Reformasi, Demokrasi di Indonesia Belum Sepenuhnya Kokoh

25 Tahun Reformasi, Demokrasi di Indonesia Belum Sepenuhnya Kokoh

Nasional • 13 days ago

Era reformasi sudah berjalan 25 tahun. Tetapi demokrasi di Indonesia relatif belum sepenuhnya kokoh. Bahkan, kebebasan sipil yang jadi syarat mutlak sebuah demokrasi masih belum menemukan ruang kebebasannya.

Menurut Kepala Bakomstra Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, kepemimpinan Jokowi selama delapan tahun terjadi kemerosotan yang dalam pada demokrasi di Indonesia.

"Kita punya harapan besar dulu, ketika Pak Jokowi terpilih di 2014, kita melihat sosok pemimpin sipil dan rekam jejak sebelumnya, ada harapan demokrasi akan tumbuh dan semakin baik. Tetapi kenyataannya, setelah delapan tahun bukan perkembangan justru terjadi penurunan terus menerus," ujar Herzaky dalam Metro Pagi Primetime, Metro TV, Sabtu (20/5/2023).

Sementara itu, Peneliti SMRC Saidiman Ahmad menilai arah pembangunan pemerintahan Jokowi berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Di era Jokowi, pembangunan terlihat hanya fokus pada ekonomi dan mengesampingkan aspes demokrasi.

"Arah pembangunan pemerintahan Pak Jokowi agak-agak berbeda sedikit dengan yang dilakukan di masa sebelumnya. di masa Pak SBY, jika kita lihat dari berbagai pernyataan Jokowi memang lebih fokus ke pembangunan ekonomi, sementara ada kesan bahwa aspek kebabasan, demokrasi, kebebasan sipil tidak mendapatkan perhatian yang cukup serius," ujar Saidiman.

Menurut Herzaky, seharusnya pembangunan demokrasi dan pembangunan ekonomi harus berjalan beriringan. Hal itu sudah terbukti bisa dilakukan di era pemerintahan SBY.

"Berbicara demokrasi dan pembangunan ekonomi, seharusnya bisa seiring sejalan begitu. Di pemerintahan Pak SBY, kita lihat pada 2004 sampai dengan 2014, Pak SBY bisa membuat APBN yang semula hanya Rp400 triliun bisa menjadi Rp1.800 triliun dan juga terjadi peningkatan indeks demokrasi yang signifikan di Pemerintahan Pak SBY," jelas Herzaky. 

Sebelumnya, The Economist Intelligence Unit merilis indeks demokrasi pada aspek kebebasan sipil pada 2019-2020 di Indonesia mendapat skor hanya 5,59, skor ini jauh dari rata-rata negara yang menganut sistem demokrasi yakni 6,48. 

Demokrasi Indonesia Terus Merosot di Era Jokowi

Demokrasi Indonesia Terus Merosot di Era Jokowi

Nasional • 13 days ago

Era reformasi sudah berjalan 25 tahun, tetapi demokrasi di Indonesia relatif belum sepenuhnya kokoh. Bahkan, kebebasan sipil yang jadi syarat mutlak sebuah demokrasi masih belum menemukan ruang kebebasannya.

Sudah 25 tahun bangsa Indonesia lepas dari belenggu rezim otoriter orde baru dan mulai melangkah memasuki era reformasi, dengan harapan ruang untuk kebebasan sipil semakin terbuka selebar-lebarnya. Namun, faktanya kebebasan sipil, khususnya dalam menyampaikan pendapat, justru semakin tidak terjamin.

Terkikisnya kebebasan berpendapat di Indonesia tecermin dari banyaknya data yang menunjukkan bahwa kebebasan sebagai syarat mutlak demokrasi di republik ini kian merosot.

Seperti data yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit yang menunjukkan indeks demokrasi pada aspek kebebasan sipil pada 2019-2020 yang mendapat skor hanya 5,59, jauh dari dari skor rata-rata 6,48, meski di 2021-2022 skor kebebasan sipil ada sedikit peningkatan menjadi 6,18, itu belum cukup dan masih dibawah skor rerata tahun itu yakni 6,71.

Jika dibandingkan dalam 15 tahun terakhir, skor kebebasan sipil pada 2022 ini memang bukan yang terendah tapi harus diakui mengalami penurunan.

Selain kebebasan sipil, skor aspek budaya politik Indonesia juga terus merosot, data 2022 menunjukkan skor budaya politik tercatat hanya 4,38, bahkan menjadi yang terendah dalam 15 tahun terakhir.

Sementara data dari Freedomhouse.org, sebuah organisasi nirlaba yang bermarkas di Washington DC, yang sejak 1973 sudah menyusun indeks demokrasi beberapa negara di dunia, menunjukkan bahwa indeks demokrasi Indonesia terus merosot, tren skor kebebasan di Indonesia terus turun dari 2014 yang sempat menyentuh 65 poin dari skala penilaian 0 hingga 100, kini di 2023 menyentuh skor 58 poin.

Jika dilihat dari dua komponen besar pengukurannya, skor kebebasan sipil lagi-lagi anjlok,  bahkan berdasarkan rilis terbaru skor kebebasan sipil di republik ini hanya 28 poin. Sementara itu skor komponen hak-hak politik, juga tidak menunjukkan perbaikan signifikan, malah cenderung stagnan di 30 poin.

Tidak heran jika dalam laporannya The Economist Intelligence Unit menegaskan Indonesia adalah negara dengan demokrasi yang cacat atau flawed democracy. Negara dalam kelompok ”cacat” ini masih memiliki masalah fundamental, seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang antikritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal.

Data di atas menunjukkan bahwa kualitas demokrasi setelah 25 tahun reformasi masih dibayangi oleh rapuhnya jaminan pada hak-hak sipil, pemerintah juga dinilai belum maksimal dalam menjamin kebebasan sipil yang merupakan variabel penting dalam demokrasi rakyat. Bagaimanapun masyarakat sipil yang kuat menjadi salah satu pilar demokrasi.

Saat ini, bangsa ini menyambut seperempat abad reformasi, perhatian perlu ditujukan untuk membenahi jaminan kebebasan untuk berpendapat, selain sebagai mandat konstitusi, hak sipil ini juga menjadi bagian penting untuk membangun demokrasi yang kokoh.

Pena 98 Gelar Diskusi Peringatan 25 Tahun Reformasi

Pena 98 Gelar Diskusi Peringatan 25 Tahun Reformasi

Nasional • 20 days ago

Organisasi persatuan nasional, Pena 98, menggelar diskusi memperingati 25 tahun reformasi. Mereka menyatakan perjuangan reformasi belum usai dan harus dilanjutkan dalam berbagai aspek, seperti HAM, korupsi, pendidikan, dan keberlanjutan ekonomi. 

Dalam acara diskusi interaktif Refleksi 25 Tahun Reformasi, pengacara forkot 98 Saor Siagian, menyinggung dua hal yang harus menjadi fokus perjuangan, yaitu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 

Ia mengatakan kasus korupsi pada zaman reformasi justru lebih parah dibanding zaman orde baru. Karena itu, perlu ada upaya penegakan hukum dan perhatian lebih dari masyarakat. Pengupayaan itu demi terciptanya Indonesia yang bebas korupsi.

Komisioner Komnas HAM, Saurlin P. Siagian juga menyebut peristiwa di Mei 1998 adalah bentuk pelanggaran HAM berat. Hingga saat ini, kasus itu dalam proses penyelidikan Komnas HAM bersama kejaksaan. Ia juga menyatakan pemerintah telah berkomitmen mengembalikan nama baik korban tragedi 98 beserta keluarganya. 

Bedah Editorial MI: Mematikan Bibit Korupsi

Bedah Editorial MI: Mematikan Bibit Korupsi

• 4 years ago

Meski seusia dengan kaum milenial, reformasi birokrasi di negeri ini belum mampu menampilkan sebuah kerja yang mencirikan milenial. Sisa-sisa pola pikir yang kolot, konvensional, dan berbelit, walaupun sudah banyak berkurang, masih menghinggapi kerja lembaga-lembaga pemerintahaan kita.

Mematikan Bibit Korupsi

Mematikan Bibit Korupsi

• 4 years ago

Meski seusia dengan kaum milenial, reformasi birokrasi di negeri ini belum mampu menampilkan sebuah kerja yang mencirikan milenial. Sisa-sisa pola pikir yang kolot, konvensional, dan berbelit, walaupun sudah banyak berkurang, masih menghinggapi kerja lembaga-lembaga pemerintahaan kita.

Jokowi: Saya Butuh Menteri yang Berani!

Jokowi: Saya Butuh Menteri yang Berani!

• 4 years ago

Salah satu fokus kerja Jokowi di periode kedua ini adalah Reformasi Birokrasi. Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan apabila terdapat pejabat yang tidak efisien dan efektif maka akan dicopot jabatannya begitu juga dengan lembaga yang bermasalah akan dibubarkan, maka dari itu Jokowi menegaskan bahwa ia membutuhkan menteri yang berani agar reformasi birokrasi tercapai.