Ilustrasi reformasi birokrasi. Foto: incaschool.sch.id
Husen Miftahudin • 16 September 2025 19:33
Jakarta: Sinergi lintas kementerian dan lembaga pemerintah diperlukan dalam proses perumusan kebijakan berbasis data (evidence based policy). Hal ini menjadi wujud komitmen pemerintah dalam rangka mendukung reformasi di bidang politik, hukum, dan reformasi birokrasi.
Namun pada kenyataannya, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Muhammad Taufiq mengatakan jika upaya reformasi birokrasi masih 'jalan di tempat'. Implementasi di lapangan masih belum optimal.
Ini lantaran adanya ego sektoral atau fragmentasi kebijakan dimana setiap kementerian dan lembaga pemerintah membuat kebijakan sendiri-sendiri yang membuat tumpang tindihnya kebijakan. Selain itu juga silo mentality antarsektor menyebabkan regulasi kurang optimal dan berdampak luas bagi masyarakat.
"World Economic Forum secara spesifik menyebutkan regulasi di Indonesia cenderung berubah-ubah dan tidak adanya sinkronisasi kebijakan antarinstansi pemerintah," ujar Taufiq pada kegiatan Launching Legal Policy Hub dan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara LAN dan Kementerian Hukum, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 16 September 2025.
"Permasalahan lain yang mendasar dihadapi Indonesia adalah belum terhubungnya pengetahuan dengan kebijakan, setiap sektor memiliki pengetahuan, namun belum mampu mengubahnya menjadi kebijakan berbasis fakta. Padahal, tidak mungkin kita membangun kinerja kebijakan hanya dilakukan oleh masing-masing sektor. Dibutuhkan kolaborasi agar pengetahuan tersebut bisa dioptimalkan untuk kebijakan yang berorientasi pada outcome," tegas dia menambahkan.
Lebih lanjut Taufiq menyampaikan, saat ini terdapat lebih dari 200 jenis jabatan fungsional yang bekerja di berbagai kementerian/lembaga, namun kolaborasinya masih sangat terbatas. Padahal setiap kebijakan yang dihasilkan akan bermuara pada produk hukum, sehingga koordinasi lintas sektor menjadi kunci utama memperbaiki kualitas kebijakan di tanah air.
Di sisi lain, Taufiq mengapresiasi Kementerian Hukum yang telah membentuk Forum Komunikasi Kebijakan (Legal Policy Hub) yang dapat merangkul para pemangku kepentingan, tidak hanya di level individu atau pakar kebijakan, tetapi juga lembaga pemerintah seperti Badan Strategi Kebijakan (BSK), Bappenas, BRIN, hingga lembaga penelitian daerah.
"Kita perlu mengintegrasikan para ekspertis dan pengetahuan ini agar menjadi aset nasional. Saat ini, masing-masing kementerian membuat riset sendiri, namun hasilnya belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas kebijakan," tutur dia.
Taufiq berharap, ke depan perumusan kebijakan dapat dilakukan secara kolaboratif dan terintegrasi. "Ini membutuhkan dukungan para ahli dan lembaga kebijakan, sehingga kualitas regulasi kita semakin berbasis bukti, berbasis pengetahuan, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat," terang dia.
Baca juga: 60% ASN Didominasi Milenial dan Gen Z, Birokrat Dituntut Rajin Berinovasi |