Pengamat Sebut Putusan MK Menguntungkan Parpol di Berbagai Daerah

21 August 2024 11:46

Jakarta: Pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah ambang batas syarat pencalonan kepala daerah, peta politik pun berubah. Putusan ini dinilai bisa mengurangi potensi skenario kotak kosong, serta memungkinkan partai mengajukan sendiri calon kepala daerah. Di sisi Lain, DPR diduga tengah mengambil ancang-ancang untuk menganulir putusan MK ini.
 

Baca: DPR Diingatkan Tak Amputasi Putusan MK
 
MK baru-baru ini membuat keputusan yang menafsirkan ulang ambang batas (threshold) dalam pencalonan kepala daerah. Keputusan tersebut berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Hal ini membuka peluang bagi partai-partai dengan suara 6% - 10% untuk mengajukan calon mereka sendiri, bukan hanya partai-partai besar seperti PDI Perjuangan (PDIP).
 
Menurut para pengamat tata negara Yunarto Wijaya, keputusan ini selaras dengan prinsip sistem presidensial yang ideal, baik dalam konteks Pemilihan Presiden (Pilpres) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Keputusan ini tidak hanya terkait dengan pencalonan tokoh-tokoh tertentu di DKI Jakarta, seperti Ahok, tetapi juga relevan dalam konteks nasional.
 
Baca: Baleg Berpeluang Ubah Redaksional Putusan MK soal RUU Pilkada

“Kondisi saat ini menunjukkan adanya upaya dari koalisi besar di tingkat nasional untuk menerapkan pola yang sama di Pilkada, yang dapat menghambat calon-calon yang populer di kalangan masyarakat,” ujar Yunarto dalam Program Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, Rabu, 21 Agustus 2024.
 
Yunarto menyebut contoh nyata dari situasi ini adalah kemungkinan pencalonan tokoh populer di daerah seperti Airin di Banten atau Ahok di DKI Jakarta. Meskipun mendapat dukungan kuat dari survei, calon-calon ini mungkin tidak dapat maju karena tekanan dari koalisi besar yang mendominasi.
 
“Keputusan MK ini diharapkan menjadi solusi untuk masalah tersebut, memberikan kesempatan kepada calon-calon yang didukung oleh suara rakyat,” kata Yunarto.
 
Sebelumnya, MK telah membuat keputusan yang kontroversial terkait dengan pembatasan usia calon kepala daerah. Kasus Gibran di Pilkada Solo menjadi contoh di mana KPU segera menindaklanjuti keputusan MK tanpa melalui konsultasi atau rapat dengar pendapat. Namun, dalam kasus terbaru ini, KPU tampak lebih berhati-hati dengan mengadakan konsultasi terlebih dahulu sebelum menerjemahkan putusan MK ke dalam peraturan.
 
“Langkah selanjutnya, diharapkan KPU segera menyusun Peraturan KPU (PKPU) yang mengakomodasi keputusan MK ini agar dapat diterapkan secara efektif dalam Pilkada mendatang,” ujar Yunarto.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Diva Rabiah)