Zein Zahiratul Fauziyyah • 24 October 2025 12:09
Jakarta: Indonesia resmi mendapat sanksi dari International Olympic Committee (IOC). Sanksi terbaru ini muncul karena Indonesia menolak visa dua atlet Israel yang mau ikut Kejuaraan Dunia Senam Artistik ke-53 di Jakarta.
Hal tersebut membuat IOC langsung bereaksi keras dengan melarang Indonesia jadi tuan rumah event olahraga internasional apa pun sampai ada jaminan nondiskriminasi. Artinya, semua pembicaraan soal peluang Indonesia jadi tuan rumah Olimpiade 2036 juga langsung dihentikan.
Namun rupanya Indonesia bukan pertama kalinya mendapat sanksi dari IOC. Kembali ke tahun 1962, Indonesia juga pernah dijatuhi sanksi serupa waktu jadi tuan rumah Asian Games IV di Jakarta. Saat itu, Presiden Soekarno menolak kehadiran atlet dari Israel dan Taiwan.
Pada awal 1960-an, dunia olahraga internasional diguncang oleh langkah berani Presiden Soekarno. Ketika negara lain tunduk pada aturan IOC, Indonesia justru memilih menentang demi prinsip politik luar negeri dan solidaritas terhadap bangsa tertindas.
Dari sinilah lahir GANEFO (Games of the New Emerging Forces), sebuah pesta olahraga tandingan Olimpiade yang menjadi simbol perlawanan terhadap hegemoni Barat.
Dari Asian Games ke Konfrontasi Dunia
Semua bermula pada
Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta, ajang olahraga terbesar yang saat itu menjadi kebanggaan nasional. Namun, di balik kesuksesan penyelenggaraan, muncul kontroversi besar di mana Indonesia menolak memberikan visa bagi atlet dari Israel dan Taiwan (Republic of China).
Penolakan ini bukan tanpa alasan. Soekarno menilai kedua negara tersebut bertentangan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang anti-kolonial dan mendukung kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika.
Sikap tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius oleh IOC. Sebagai balasan, pada awal 1963, IOC mencabut keanggotaan Indonesia, melarang atletnya ikut serta dalam
Olimpiade, dan menilai hasil Asian Games 1962 tidak sah.
Namun, bukannya mundur, Soekarno justru menjawab dengan langkah yang mencengangkan dunia yaitu membentuk ajang
olahraga internasional versi Indonesia sendiri.
Kelahiran GANEFO
Soekarno mengumumkan pembentukan GANEFO pada tahun1963, dengan visi menjadikannya wadah bagi negara-negara baru yang sedang berkembang atau yang ia sebut sebagai “
New Emerging Forces (NEFOS)”.
Menurut Soekarno, dunia terbagi menjadi dua kutub besar:
- OLDEFOS (Old Established Forces): kekuatan lama yang diwakili negara-negara Barat dan sekutunya.
- NEFOS (New Emerging Forces): negara-negara baru yang sedang memperjuangkan kemerdekaan dan menolak dominasi kolonial.
Bagi Soekarno, olahraga tidak bisa dipisahkan dari politik. Dalam pidatonya, ia menegaskan bahwa GANEFO bukan sekadar olahraga. Ini adalah perjuangan politik, perjuangan ideologi
Olahraga adalah bagian dari revolusi.
Dengan semangat itu, Indonesia mengundang negara-negara sahabat seperti Tiongkok (RRC), Uni Soviet, Mesir, Pakistan, dan banyak negara Asia-Afrika lainnya untuk ikut serta. RRC bahkan memberikan bantuan sebesar US$18 juta untuk mendukung penyelenggaraan acara ini bukti solidaritas antarnegara NEFOS.
GANEFO I 1963: Olahraga Melawan Hegemoni
GANEFO pertama resmi diselenggarakan di Jakarta pada 10–22 November 1963, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. Upacara pembukaannya digelar megah di Stadion Utama Gelora Bung Karno, disaksikan lebih dari 150 ribu penonton. Semboyan resminya yaitu “
Onward! No Retreat!” (Maju Terus, Pantang Mundur).
Sebanyak 51 negara dari empat benua berpartisipasi, dengan mempertandingkan 20 cabang olahraga, di antaranya atletik, renang, bulu tangkis, sepak bola, tenis meja, gulat, dan senam. Dalam hal ini, RRC keluar sebagai juara umum, disusul Uni Soviet, sementara Indonesia menempati peringkat ketiga dengan perolehan 21 medali emas.
Bagi Soekarno, hasil itu bukan sekadar angka.
GANEFO adalah bukti bahwa negara-negara berkembang bisa bersatu, berdiri sejajar, dan bahkan menandingi dominasi Barat dalam bidang olahraga. Ia menyebut GANEFO sebagai “manifestasi dari semangat revolusi global”, sebuah diplomasi ideologis melalui lapangan olahraga.
Dampak Politik dan Reaksi Dunia
Langkah Indonesia mendirikan GANEFO menimbulkan reaksi keras dari IOC dan negara-negara Barat. IOC menegaskan bahwa setiap atlet yang berpartisipasi dalam GANEFO akan dilarang mengikuti Olimpiade berikutnya. Namun, banyak negara peserta, terutama dari Asia, Afrika, dan Timur Tengah, tetap mendukung Soekarno karena melihat GANEFO sebagai simbol kemandirian dan perlawanan.
Di sisi lain, GANEFO juga mempererat hubungan Indonesia dengan blok Timur, terutama dengan RRC dan Uni Soviet, yang saat itu menjadi mitra politik dan ekonomi penting bagi pemerintahan Soekarno.
Namun setelah peristiwa G30S 1965 dan perubahan kekuasaan ke rezim
Orde Baru, arah politik luar negeri Indonesia berubah total.
Akhir dari GANEFO dan Warisan Sejarahnya
Setelah Soekarno lengser, pemerintahan Soeharto mengambil kebijakan yang lebih pragmatis. Indonesia kembali bergabung dengan IOC, menormalisasi hubungan dengan negara-negara Barat, dan mengubur gagasan GANEFO.
Meski sempat muncul rencana penyelenggaraan GANEFO II di Kairo pada 1967, acara itu tak pernah terlaksana akibat perubahan
politik global dan berkurangnya dukungan.
Kini, GANEFO dikenang bukan hanya sebagai ajang olahraga, tetapi juga simbol perlawanan ideologis dan keberanian diplomatik Indonesia di bawah kepemimpinan Soekarno. Semangat “Onward! No Retreat!” masih relevan hingga kini, terutama ketika dunia olahraga kembali bersinggungan dengan isu politik dan kemanusiaan.
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di
Metrotvnews.com.