Penyelundupan sumber daya alam ke luar negeri yang diduga turut dibekingi aparat nakal dari unsur TNI dan Polri membuat Presiden Prabowo Subianto semakin gerah. Beberapa kali peringatannya rupanya kurang ampuh, sehingga Prabowo kembali mengungkit masalah yang sama di Sidang Kabinet Paripurna, Senin (15/12), di Istana Negara, Jakarta.
Kepala Negara mengaku mendapat laporan yang mengungkapkan keterlibatan sejumlah pejabat serta anggota TNI dan Polri dalam aktivitas penyelundupan dan kegiatan ilegal.
Prabowo mencontohkan penyelundupan timah dari Bangka Belitung. Presiden lantas meminta Panglima TNI dan Kapolri benar-benar menindak anggota mereka yang melindungi kegiatan penyelundupan dan aktivitas ilegal.
Dalam beberapa bulan terakhir saja, Presiden Prabowo paling tidak sudah empat kali menyorot masalah penyelundupaan sumber daya alam, khususnya pertambangan. Salah satu yang paling keras yakni pada saat menyampaikan pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI, 15 Agustus 2025.
Ketika itu, Prabowo secara spesifik mengultimatum para 'orang kuat' yang menjadi pelindung tambang ilegal. Ia menyebut jenderal, baik TNI maupun Polri, hingga mantan jenderal bakal ditindak atas nama rakyat.
Fakta-fakta di lapangan menunjukkan betapa besarnya kebocoran kekayaan negara akibat praktik-praktik penyelewengan di sektor pengelolaan sumber daya alam. Untuk komoditas timah, misalnya, sekitar 80% produksi timah nasional hilang akibat penyelundupan dan tambang ilegal. Hanya 20% yang dikelola secara resmi oleh PT Timah Tbk selaku badan usaha milik negara atau BUMN.
Menurut Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, 80% timah dibawa ke luar negeri tanpa membayar pajak, menyebabkan hilangnya devisa miliaran dolar Amerika Serikat setiap tahun. Potensi pendapatan negara yang lenyap mencapai Rp20 triliun per tahun.
Itu belum termasuk kerugian ekologis yang bila mengacu pada kasus rasuah di PT Timah Tbk mencapai Rp300 triliun. Kerugian diakibatkan oleh degradasi lingkungan di wilayah Bangka Belitung.
Modus operandi penyelundupan dalam sejumlah kasus yang berhasil digagalkan diketahui kian canggih. Pelaku ada yang menggunakan perusahaan boneka untuk memalsukan dokumen asal-usul timah, seolah dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah. Padahal, setelah ditelusuri, timah yang diselewengkan berasal dari tambang liar di lahan negara.
Sederet peraturan perundangan pun dilanggar. Mulai dari Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Minerba, Undang-Undang No 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, serta Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Keterlibatan anggota TNI maupun Polri tentu saja membuat pemberantasan penyelundupan menjadi lebih sulit karena yang semestinya menegakkan hukum malah turut bermain. Perlu ketegasan dari pucuk pimpinan kedua institusi, untuk menindak sesuai perintah Kepala Negara.
Harus diakui, penyelundupan sumber daya alam yang bisa berlangsung belasan bahkan puluhan tahun disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum dan pengawasan. Keterlibatan aparat nakal, seperti disebut Prabowo, menunjukkan perlunya reformasi di tubuh TNI dan Polri.
Tidak ada toleransi bagi penyelundupan sumber daya alam. Tutup semua celah kebocoran kekayaan negara. Pemerintah harus meningkatkan sinergi antarlembaga, libatkan masyarakat, dan mendorong hilirisasi timah yang memberi nilai tambah sebesar-besarnya bagi negara.
Dengan begitu, kekayaan alam menjadi berkah yang benar-benar mengangkat kesejahteraan rakyat, bukan hanya menetes dari kantong para cukong. Negara tidak boleh kalah oleh mafia, sindikat, atau apa pun namanya. Tumpas habis para beking dan berantas penyelundupan sumber daya alam, demi kelangsungan masa depan bangsa.