28 December 2025 21:10
Kisah memilukan kembali dialami Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja. Mereka tidak hanya dipaksa bekerja sebagai penipu daring (scammer) dan admin judi online, tetapi juga mengalami penyiksaan fisik sadis jika gagal mencapai target perusahaan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Mohammad Irhamni, mengungkapkan bahwa sembilan WNI yang berhasil dipulangkan mengalami trauma fisik dan psikis akibat hukuman tak manusiawi dari bos sindikat tersebut.
"Mereka tidak sesuai target yang ditargetkan oleh bosnya. Makanya dia diberikan sanksi, dari mulai terringan dia push up, kemudian sit up, hingga lari memutari lapangan futsal sebanyak 300 kali," ungkap Brigjen Pol Irhamni di Gedung Bareskrim Polri.
Tak kuat menahan siksaan fisik yang terus mendera, kesembilan WNI tersebut akhirnya nekat merencanakan pelarian. Momen tersebut tiba ketika pengawasan dari atasan mereka sedikit melonggar saat acara makan bersama di luar kantor.
"Peluang melarikan diri itu muncul pada saat dia diajak makan keluar bersama. Pada saat bosnya lengah ataupun pengamanannya kendor, mereka melarikan diri ke Phnom Penh, langsung menuju KBRI," jelas Irhamni.
Berdasarkan penyelidikan, modus perekrutan yang digunakan para pelaku cukup beragam. Salah satu korban mengaku tergiur tawaran pekerjaan sebagai operator komputer dengan gaji fantastis.
"Salah satu korban bersama suaminya diiming-imingi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di sana untuk bekerja di perusahaan dengan dijanjikan gaji Rp9 juta per bulan," tutur Irhamni.
Namun, sesampainya di Kamboja, kenyataan berbanding terbalik. Dokumen pribadi seperti paspor, visa, dan tiket disita paksa. Mereka kemudian dikurung dan diwajibkan bekerja sebagai admin scam online.