10 February 2025 08:30
Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di awal-awal pemerintahannya langsung memunculkan kontroversi di berbagai sektor, baik politik, ekonomi, maupun kebijakan luar negeri. Kebijakan ekstrem berbasis nasionalisme yang dibungkus dengan slogan America First itu dikhawatirkan bakal mengubah tatanan global.
Kebijakan tarif perdagangan Trump yang dilandasi niat egois dan populis, yaitu merundung dan menjegal lawan, membuat dunia bergejolak. Dalam kebijakan tarif perdagangan itu, Trump sebetulnya juga tidak konsisten. Awalnya, dia mengumumkan tarif impor 25% untuk Kanada dan Meksiko, serta pungutan tambahan bea masuk 10% untuk Tiongkok. Pengenaan tarif tinggi itu dikeluarkan dengan dalih ada peran negara-negara itu dalam aliran obat-obatan terlarang dan imigran ilegal ke AS.
Namun, hanya beberapa jam sebelum diberlakukan, Trump mengumumkan penundaan tarif untuk Meksiko dan Kanada setelah berbicara dengan pemimpin kedua negara. Hanya bea masuk atas Tiongkok yang tetap diberlakukan. Keputusan itu diyakini akan mendapat serangan balasan dari Beijing sehingga memicu kekhawatiran akan perang dagang 2.0.
Ketegangan antara AS dan Tiongkok itu akan berimbas kepada Indonesia. Risiko bagi perekonomian Tanah Air dengan kebijakan tarif tinggi Trump, khususnya kepada Tiongkok yang merupakan mitra dagang utama Indonesia, sama sekali tak bisa dianggap remeh. Yang pertama, kinerja perdagangan Indonesia dengan 'Negeri Tirai Bambu' itu bakal terdampak, salah satunya akibat risiko ekspor yang melambat.
Baca: Serangan Israel di Tepi Barat Tewaskan Dua Perempuan, Salah Satunya Ibu Hamil |
Baca: Trump Sebut Putin Ingin Hentikan Kematian Banyak Orang di Perang Rusia-Ukraina |