Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengambil langkah tegas menyikapi tindakan Bupati Aceh Selatan, Mirwan MS, yang diketahui berangkat ibadah umrah di tengah kondisi darurat bencana yang melanda wilayahnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa ketidakhadiran kepala daerah di lokasi saat situasi genting merupakan pelanggaran serius. Pada Senin 8 Desember 2025, Bupati Aceh Selatan dilaporkan tengah menjalani pemeriksaan intensif oleh tim internal Kemendagri.
"Kalau ada kepala daerah yang tidak ada di lokasi, itu perlu dilakukan investigasi. Hari ini informasinya Bupati Aceh Selatan sedang menjalani pemeriksaan oleh tim Inspektorat Khusus kami," ujar Bima Arya.
Ancaman Sanksi: Teguran hingga Pemecatan
Bima Arya menjelaskan bahwa tindakan meninggalkan wilayah saat bencana memiliki konsekuensi hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam regulasi tersebut, terdapat pasal-pasal yang mengatur kewajiban, larangan, serta sanksi bagi kepala daerah.
Eks Wali Kota Bogor ini memaparkan bahwa sanksi yang menanti bisa bersifat bertingkat, tergantung hasil pemeriksaan.
"Sanksinya diatur di situ. Mulai dari sanksi dalam bentuk teguran, peringatan, pemberhentian sementara, bahkan Inspektorat bisa merekomendasikan untuk pemberhentian tetap yang kemudian disampaikan kepada Mahkamah Agung," tegasnya.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh kepala daerah di Indonesia. Bima Arya menyebut bahwa Kemendagri sebenarnya telah proaktif memberikan arahan dan surat edaran kepada pemerintah daerah segera setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini cuaca ekstrem.
"Ketika BMKG menyampaikan peringatan, Kemendagri sudah menyampaikan arahan dan edaran. Ketika ada peristiwa Bupati Aceh ini, diingatkan lagi. Jadi terus-menerus kami mengingatkan," pungkas Bima.