18 February 2024 15:16
Berita yang mengejutkan terutama bagi publik yang menaruh kepercayaan besar terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada puluhan pegawai KPK yang berani-beraninya melakukan pungutan liar (pungli) hanya dihukum membuat permintaan maaf. Menurut definisi Dewas, itu adalah hukuman "berat".
Padahal, pungli itu dikelompokkan ke tindak pidana khusus yakni korupsi dan tindak pidana umum yakni pemerasan. Bayangkan, korupsi di dalam lembaga yang bertugas memberantas korupsi.
Sejumlah pelaku berdalih gaji mereka tidak cukup. Padahal beban ekonomi semakin berat. Benarkah demikian?
Menurut data yang berhasil dihimpun Dewas, dalam rentang waktu tahun 2018-2023 nilai pungli di Rutan KPK mencapai lebih dari Rp6 miliar. Nominal pungli yang diterima bervariasi, mulai dari Rp1 juta, hingga Rp425 juta.
Namun permasalahannya, dari 90 pegawai yang terbukti terlibat pungli, 78 di antaranya dikenai sanksi etik berat berupa keharusan untuk meminta maaf secara terbuka.
Sementara 12 lain diserahkan ke Sekjen KPK. Karena katanya, pungli terjadi sebelum Dewas KPK terbentuk.
Permintaan maaf ini nantinya direkam, lalu ditayangkan di media-media internal KPK yang bisa diakses semua pegawai. Kata Albertina Ho, ini untuk memberikan efek jera dan budaya malu kepada pegawai lain dan semua itu sudah tercantum dalam peraturan Dewas.