Pemerintah secara resmi menerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 tahun 2025, tentang penyelenggaraan instrumen nilai ekonomi karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca nasional. Peraturan ini diharapkan menjadi penguatan hukum untuk pengendalian emisi serta membuka keran investasi swasta.
Penerbitan Perpres tersebut juga sebagai langkah strategis dalam mengatasi krisis iklim. Selain itu, Perpres ini nantinya sebagai pilar utama dalam penguatan dasar hukum yang berkaitan, yakni ekonomi karbon yang akan menjadi sumber pendapatan negara disamping pajak dan cukai.
Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno mengungkapkan, bahwa Perpres tersebut sudah lama ditunggu. Sebab, sebagai payung hukum kegiatan perekonomian di sektor perdagangan karbon dan pengendalian emisi gas rumah kaca.
“Pada kesempatan ini, kami menyampaikan bahwa kita sudah berhasil bekerja sama bersama menteri terkait dan tim dalam membuat Perpres nomor 110 tahun 2025 ini tentang penyelenggaraan kegiatan nilai ekonomi karbon” ujar Eddy, dalam program Metro Siang Metro TV, Rabu, 22 Oktober 2025.
Peran Investasi Swasta
Keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional telah membuka peluang berbagai pihak dalam perdagangan karbon. Pasalnya aturan tersebut kini membuka peluang banyak pihak, tak hanya pemerintah, terlibat di dalamnya.
"Perpres kita sudah berubah, jadi sekarang Perpres 110 yang membuka ruang kepada swasta, private, untuk melakukan voluntary carbon market (VCM)," kata
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni ditemui di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta, Jumat, 17 Oktober 2025.
Raja Juli mengatakan skema yang dijalankan selama melalui result-based climate finance (RBC). Skema tersebut salah satunya seperti dapat bantuan dari Norwegia dan lain sebagainya, berdasarkan kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca yang terverifikasi.
"Kita berharap dengan revisi Perpres ini, nanti ada lanjutannya dengan revisi Permen (Nomor) 7," jelas Raja Juli.
Raja Juli mengungkapkan Perpres Nomor 110 tersebut bisa memotivasi pihak swasta di dalam dan luar negeri. Salah satu tindakan yang menurut Raja Juli bisa dilakukan yakni menanam di kawasan lahan kritis di Indonesia.
"Kemarin diumumkan oleh Pak Presiden, ada 12 juta hektare lahan kritis," ujar Raja Juli.
Raja Juli mengatakan upaya tersebut sulit dilakukan apabila mengandalkan APBN. Ia mengungkapkan keterlibatan pihak swasta diharapkan bisa memaksimalkan lahan-lahan kritis akan bisa digunakan untuk menekan emisi karbon.
"Dengan melibatkan swasta, dengan insentif mereka dapat memperdagangkan karbon hasil apa yang ditanam, tentu Insyaallah nanti swasta juga akan ingin bersama-sama menanam lebih banyak lagi lahan-lahan kritis ini, sehingga net zero emission yang kita cita-citakan itu akan dapat terwujud," ucap Raja Juli.
(Shandayu Ardyan Nitona Putrahia Zebua)