Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah terima pengaduan keluarga korban SA terjebak oleh kelompok penipu di Myawaddy, Myanmar. Saat ini, KBRI Yangon telah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu Myanmar.
Selain kasus SA, ada 44 kasus serupa lainnya yang terjadi di Kota Myawaddy. Myawaddy adalah wilayah konflik bersenjata yang dikuasai oleh pemberontak pemerintahan Myanmar, sehingga menyulitkan proses penyelamatan korban.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kemenlu, Juda Nugraha menyebut 44 kasus lainnya bermodus sama terjadi sejak 2020 hingga 2024. Dia juga menyebut ada lebih dari 3.700 kasus WNI yang menjadi korban
online scam.
“Demografi korban berasal dari rentang usia generasi z, melek digital, kelompok ekonomi menengah, dan relatif berpendidikan. Bahkan ada korban yang merupakan lulusan master,” kata Juda dalam program
Selamat Pagi Indonesia,
Metro TV, Rabu, 14 Agustus 2024
Penipuan perdagangan manusia ini bermodus membuka lowongan pekerjaan dengan gaji tinggi tapi tidak ada mensyaratkan kualifikasi khusus. Korban biasanya dibawa ke Myanmar atau Kamboja untuk dipaksa melakukan penipuan dengan target korban WNI. Keluarga korban juga dapat dipaksa membayar tebusan yang tinggi dengan ancaman dimutilasi atau diamputasi.
“Korban bisa diperjual belikan dalam bursa pegawai perusahaan penipuan. Saat ini korbannya berasal dari 95 negara,” kata Juda.
Para pemimpin negara ASEAN telah mencoba upaya anti tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui
Asean Leaders Declaration on Combatting Trafficking in Person Cause by The Abuse of Technology. Deklarasi khusus membahas penanganan
online scam.
Kemenlu mengimbau masyarakat menghindari lowongan pekerjaan yang tidak wajar. Ciri-ciri lowongan pekerjaan yang tidak wajar di antaranya menawarkan gaji fantastis, tidak mensyaratkan kualifikasi khusus, hingga diminta langsung berangkat ke luar negeri tanpa pengurusan visa bekerja.