Di tengah hiruk pikuk wisata Kota Batu yang sejuk dan indah, masih terselip kisah anak-anak dari keluarga prasejahtera yang belum terpenuhi hak-hak pendidikannya. Tekanan ekonomi dan kondisi keluarga yang rentan membuat mereka terancam putus sekolah.
Namun, harapan itu kini kembali menyala melalui program Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 14 Batu. Sekolah ini hadir bukan hanya sebagai tempat belajar, melainkan sebagai rumah aman untuk memutus mata rantai kemiskinan.
Kepala Sekolah SRMP 14 Batu, Yulianah, S.S., M.Pd., menjelaskan bahwa siswa-siswinya datang dari berbagai penjuru Malang Raya hingga Kota Kediri. Mereka berasal dari keluarga kurang beruntung hingga miskin ekstrem.
"Anak-anak kami adalah agen perubahan dari masing-masing keluarganya untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan. Di sela-sela kemiskinan ini, kebutuhan dasar mereka seperti kesehatan, pendidikan, dan yang paling utama adalah kebutuhan kasih sayang, akan kami penuhi di Sekolah Rakyat ini," ujar Yulianah.
Siswi SRMP 14 Batu, Love Sebening Wahid dan Love Sebening Isnany, mengungkapkan motivasinya yang sederhana. "Ingin sekali membantu orang tuaku. Kayaknya susah gitu orang tuaku mencari uang. Kita cuma minta duit doang yang enak-enak. Aku ingin sedikit membantu orang tua biar orang tua bisa beristirahat," ujar mereka.
Tantangan Awal: Adaptasi dan Trauma
Perjalanan di sekolah ini tidak selalu mulus. Guru SRMP 14 Batu, Afny Farikha, S.Pd., Gr., menceritakan tantangan saat awal siswa masuk. Kemampuan akademis yang beragam hingga latar belakang psikologis yang berat menjadi PR besar bagi para pendidik.
"Ada yang tergolong tinggi, sedang, sampai rendah. Ada juga beberapa siswa yang tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Di awal, banyak yang tidak betah, suka menangis, tidak mau belajar. Sebagai guru BK, saya menemukan banyak masalah yang ternyata dipengaruhi oleh background mereka," jelas Afny.
Namun, berkat pendampingan psikologis rutin, kegiatan kelompok, dan pendekatan penuh kasih sayang dari para guru, anak-anak mulai merasa aman dan nyaman.
Sekolah Rakyat memberikan fasilitas yang sangat memadai, mulai dari seragam, makan tiga kali sehari, hingga perangkat teknologi seperti laptop dan smartboard. Hal ini dirasakan langsung oleh Tegar Haddani Robbi dan Wahyu Rahmadian.
"Datanglah rezeki dari Bapak Presiden: laptop dan smartboard. Itu membuat saya bahagia karena saya suka belajar menggunakan alat elektronik," kata Tegar antusias.
"Semenjak sekolah di sini, saya sangat senang sekali. Fasilitasnya lengkap, makannya tiga kali sehari gratis, dapat seragam dari pemerintah, dan banyak temannya," tambah Wahyu.
Perlahan tapi pasti, transformasi terjadi. Anak-anak yang dulunya minder dan ingin pulang, kini menjadi pribadi yang disiplin, berempati, dan berani bermimpi. Yulianah menekankan pentingnya peran guru dan tenaga kependidikan untuk membersamai anak-anak ini.
"Intinya harus dibersamai. Kalau mereka kehilangan sosok yang membersamai, mereka akan merengek minta pulang. Tetapi ketika semua bahu-membahu, insyaallah anak-anak akan kerasan. Terbukti di bulan Agustus sudah mulai banyak kegiatan ekstrakurikuler dan anak-anak sudah bisa beradaptasi," ungkapnya.
Kini, suara-suara mimpi mulai terdengar lantang di SRMP 14 Batu. Ada yang ingin menjadi polwan, dokter, penyanyi, pengusaha, guru, atlet voli, hingga pramugari.
"Saya yakin anak-anak ini baru sedikit yang tertolong. Di luar sana masih banyak yang membutuhkan perhatian. Harapan kepada pemerintah, semoga Sekolah Rakyat (SR) ini tetap menjadi program yang berkelanjutan untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan," tutup Yulianah.