28 July 2023 20:50
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan permintaan maaf kepada Mabes TNI terkait penetapan penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsda Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Arif Budi Cahyadi. Kendati demikian, status tersangka keduanya tidak akan langsung gugur.
"Saya pikir tidak (status tersangka langsung gugur) karena peristiwa pidananya sudah terjadi," ujar Mantan Komisioner KPK Saut Situmorang, dalam program Primetime News Metro TV, Jumat, 28 Juli 2023.
Menurut Saut, jika status tersangka langsung digugurkan akan menimbulkan kecemburuan dari pihak lain yang sedang mengalami situasi yang sama. Oleh sebab itu, penyidik KPK harus duduk bersama dengan penyidik dari TNI untuk membahas kelanjutan status Marsda Henri dan Letkol Arif.
"Kalau peristiwa pidana sudah terjadi, tidak adil dong (status tersangka langsung gugur), karena sudah banyak orang yang mengalami peristiwa pidana seperti itu langsung diadili," ujar Saut.
Sebelumnya, permintaan maaf dari KPK kepada Mabes TNI disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Dia menyampaikan permintaan maaf itu setelah diadakan pertemuan antara Mabes TNI dengan KPK.
"Di sini ada kekeliruan dan kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, dalam rapat tadi menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya bisa disampaikan ke Panglima dan jajaran TNI atas kekhilafan ini, kami mohon dapat dimaafkan," kata Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 28 Juli 2023.
Johanis menyebut kesalahan dikarenakan tim tangkap tangan tidak melibatkan TNI saat menangkap serta memproses hukum Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. KPK mengaku tidak memiliki wewenang untuk memprosesnya secara hukum.
"Kami paham bahwa tim penyelidik kami ada kekhilafan, ada kelupaan, bahwasanya, manakala melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ucap Johanis.
Johanis menyebut kesalahan juga dikarenakan KPK lupa TNI masuk dalam kategori penegak hukum. Saat penangkapan, tim KPK hanya ingat rekannya adalah Kejaksaan dan Kepolisian.
"Aparat penegak hukum dalam tindak pidana korupsi saat ini dipahami hanyalah Kejaksaan dan Kepolisian, padahal dalam proses penanganan perkara korupsi, APH juga tentunya termasuk TNI," ujar Johanis.