Bursa saham di Wall Street ikut naik turun bersamaan dengan perkembangan terkini dalam pilpres Amerika Serikat (AS). Selain menambah ketidakpastian, investor seperti warga AS secara umum tak bisa memprediksi siapa yang akan menang pilpres. Lalu calon presiden (capres) manakah yang lebih didukung investor?
Beragam survei menunjukkan isu ekonomi menjadi isu paling penting dalam pilpres AS. “Kami akan menyelamatkan ekonomi, kami akan selamatkan kelas menengah, kami akan pulihkan kedaulatan dan amankan perbatasan. Kita akan utamakan Amerika,” kata calon presiden usungan Partai Republik Donald Trump.
“Sebagai presiden, saya akan sangat fokus pada pembukaan kesempatan bagi warga kelas menengah untuk kuatkan keamanan, stabilitas, dan martabat ekonomi mereka,” ujar calon presiden usungan Partai Demokrat
Kamala Harris.
Ketidakpastian soal pemenang pilpres 5 November nanti ikut membayangi perdagangan saham di
Wall Street. “Oktober sering jadi bulan penuh gejolak, tahun ini lebih lagi karena terjadi hingga hari-hari terakhir menjelang pemilu. Pemilu ini persaingannya terus amat ketat. Ini menambah ketidakpastian Wall Street,” tutur Summit Place Financial Advisor Liz Miller
Dengan kebijakan pro dunia usaha, capres Partai Republik biasanya lebih sejalan dengan Wall Street. “Trump bisa lebih kuatkan ekonomi karena dua alasan, kebijakan pajaknya. Ia coba pangkas pajak perusahaan yang positif bagi pemasukan dan saham. Ia takkan naikkan pajak pertambahan nilai, dan ia condong deregulasi banyak industri,” tutur Infrastructure Capital Advisors, Jay D Hatfield.
Tapi menurut sebagian investor, pelaku pasar sebenarnya tak terlalu partisan. “Pada akhirnya, tak terlalu penting bagi pasar siapa yang jadi Presiden nanti. Tepat setelah pilpres, investor cenderung langsung menyesuaikan ekspektasi terhadap pemerintah baru dan jalan terus,” tutur Liz Miller.
Yang lebih disoroti pelaku pasar justru kebijakan soal pajak yang melibatkan tak hanya presiden tapi juga partai mana yang menguasai kongres AS. Perhatian Wall Street baru-baru ini juga tertuju pada Bank Sentral AS atau Federal Reserve yang menurunkan suku bunga acuan untuk pertama kalinya dalam empat tahun sebesar 50 basis poin. Lebih besar dari perkiraan sebagian analis. Penurunan ini dilakukan untuk menberi kelegaan kepada dunia usaha dan konsumen yang lama tercekik suku bunga tinggi.
Pemilihan waktu dan besarnya suku bunga disoroti Trump. “Berarti ekonomi AS sangat buruk. Karena dipotong sedemikian besar. Asalkan mereka tak sekedar bermain politik, ekonomi buruk atau mereka bermain politik,” ujar Trump.
Tapi merespon pertanyaan soal sejauh mana politik melandasi keputusan ini, Kepala Bank Sentral Jerome Powell menegaskan kembali independensi
The Fed. “Tugas kami melayani seluruh warga AS, kami tak layani politisi, tokoh, isu, atau agenda tertentu. Kami mengacu hanya pada tercapainya lapangan kerja maksimal dan stabilitas harga bagi seluruh warga AS,” ungkap Jerome.
Mesi menyambut baik keputusan The Fed, Presiden Joe Biden mengatakan jalan menuju pemulihan penuh ekonomi AS masih panjang. “Perlu dijelaskan, penurunan suku bunga oleh The Fed bukan deklarasi kemenangan. Tapi deklarasi tercapainya kemajuan, ini fase baru pemulihan ekonomi AS,”
Inflasi sempat memuncak melampui 9% saat darurat pandemi Covid. Sebelum akhirnya mereda belakangan mendekati target The Fed sebesar 2%.