Kaleidoskop 2025: Ketika Perang dan Senjata Pemusnah Massal Menggantung di Atas Kepala Dunia

Zein Zahiratul Fauziyyah • 29 December 2025 09:26

Jakarta: Tahun 2025 menutup babaknya dengan satu kesan yang sulit dihapus: dunia berada terlalu dekat dengan jurang kehancuran. Di balik diplomasi yang tersenyum dan seruan perdamaian di forum internasional, senjata-senjata paling mematikan dalam sejarah manusia justru siaga, siap diluncurkan hanya dengan satu perintah.

Rudal balistik antarbenua, hulu ledak nuklir, drone tempur, hingga perang berbasis teknologi menjadi wajah nyata konflik global sepanjang 2025. Ini bukan lagi ancaman fiksi ilmiah. Ini adalah kenyataan geopolitik yang membayangi kehidupan miliaran manusia.
 



Kaleidoskop MTVN Lens merangkum tahun ketika perang kembali menjadi bahasa global, dan dunia hidup dalam keseimbangan tipis antara kekuatan dan kehancuran.

Dunia di Bawah Bayang-Bayang Rudal Nuklir

Sepanjang 2025, ketegangan global tak hanya dipicu oleh perang terbuka, tetapi juga oleh ancaman diam-diam senjata pemusnah massal. Negara-negara besar dunia memperlihatkan kekuatan militernya, baik secara terbuka maupun melalui pesan tersirat.

Rusia tetap menjadi negara dengan jumlah hulu ledak nuklir terbanyak di dunia. Rudal Sarmat ICBM, yang mampu membawa lebih dari 10 hulu ledak nuklir dan menjangkau lintas benua, terus disebut-sebut sebagai simbol kehancuran instan. Dalam satu peluncuran, beberapa kota bisa lenyap dari peta dunia.

Amerika Serikat, meski lebih menekankan teknologi pertahanan, tetap menyimpan daya hancur besar melalui Minuteman III dan jaringan pertahanan misil globalnya. Sementara Tiongkok mempercepat modernisasi arsenal nuklirnya lewat DF-41—rudal jarak jauh yang sanggup menjangkau Eropa hingga Amerika.

Di Semenanjung Korea, uji coba rudal Korea Utara terus memicu kecemasan regional. Hwasong-17, dengan jangkauan antarbenua, mempertegas bahwa satu kesalahan perhitungan bisa memicu krisis global.

India dan Pakistan pun tetap berada dalam sorotan. Dua negara bersenjata nuklir ini hidup dalam sejarah konflik panjang yang setiap saat berpotensi berubah menjadi bencana kawasan Asia Selatan.
   

Perang-Pergolakan Besar yang Membentuk Wajah Dunia 2025

1. Perang Iran–Israel: Ketika Timur Tengah Nyaris Meledak

Konflik Iran–Israel yang pecah pada Juni 2025 menjadi salah satu momen paling berbahaya tahun ini. Operasi militer Israel yang menargetkan fasilitas nuklir Iran memicu serangan balasan rudal dalam skala besar.

Amerika Serikat turun tangan dengan menyerang situs nuklir Iran, membuat dunia menahan napas. Dalam 12 hari perang, lebih dari 1.200 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka. Meski gencatan senjata akhirnya tercapai, perang ini menunjukkan betapa cepat konflik regional bisa berubah menjadi ancaman global.

2. India–Pakistan: Krisis Nuklir yang Datang dan Pergi

Mei 2025 mencatat salah satu eskalasi paling serius antara India dan Pakistan dalam beberapa dekade. Serangan rudal, duel drone, dan pertempuran udara berlangsung selama empat hari.

Meski perang berlangsung singkat, fakta bahwa dua negara bersenjata nuklir saling meluncurkan serangan presisi menjadi peringatan keras bagi dunia.

3. Rusia–Ukraina: Perang yang Tak Kunjung Usai

Invasi Rusia ke Ukraina masih menjadi konflik terbesar di Eropa. Serangan rudal ke kota-kota besar, korban sipil, dan kehancuran infrastruktur terus berlanjut sepanjang 2025.

Puluhan ribu tentara dan ribuan warga sipil telah menjadi korban sejak perang dimulai. Dukungan NATO kepada Ukraina dan dukungan politik China kepada Rusia menciptakan polarisasi global yang semakin tajam.

4. Israel–Hamas dan Efek Domino Regional

Konflik Gaza yang dimulai sejak 2023 berkembang menjadi perang multi-front. Israel, Hamas, Hizbullah, dan Iran terlibat dalam ketegangan yang merambat hingga Lebanon dan Suriah.

Krisis kemanusiaan di Gaza menjadi salah satu yang terburuk dalam sejarah modern, dengan jutaan warga sipil hidup di bawah bayang-bayang kelaparan dan kehancuran.

5. Thailand–Kamboja: Perang yang Dekat dengan Indonesia

Asia Tenggara tak sepenuhnya aman. Konflik perbatasan Thailand–Kamboja pada pertengahan hingga akhir 2025 menewaskan puluhan orang dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi.

ASEAN turun tangan, menunjukkan bahwa konflik bersenjata kini bisa muncul bahkan di kawasan yang selama ini dikenal relatif stabil.
   

Senjata Canggih, Dunia yang Rapuh

Perang 2025 bukan hanya soal jumlah korban, tetapi cara perang itu dijalankan. Drone, serangan presisi jarak jauh, rudal jelajah, dan perang siber menjadi alat utama. Perang menjadi lebih cepat, lebih senyap, dan jauh lebih mematikan.

Seorang analis pertahanan internasional menyebut, “Masalah terbesar dunia hari ini bukan kekurangan senjata, melainkan keberanian untuk menahan diri.” Dalam era senjata pemusnah massal, kekuatan sejati justru ada pada mereka yang tidak menekan tombol peluncur.

Tahun ketika Dunia Belajar Menahan Napas

Kaleidoskop 2025 mencatat satu pelajaran pahit: perdamaian bukan kondisi alami dunia, melainkan hasil dari keputusan yang sangat rapuh. Satu salah hitung, satu emosi politik, atau satu provokasi bisa membawa dunia ke titik tanpa kembali.

Saat tahun berganti, dunia masih berdiri. Rudal-rudal itu belum diluncurkan. Namun bayangannya tetap ada, menggantung di langit geopolitik global.

Dan seperti yang ditunjukkan 2025, dunia tidak tamat karena perang besar terjadi, tetapi karena perang besar nyaris terjadi terlalu sering, dan terlalu dekat.

Jangan lupa saksikan MTVN Lens lainnya hanya di Metrotvnews.com. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Zein Zahiratul Fauziyyah)