Jakarta: Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap kasus kejahatan manipulasi data pribadi dan penyalahgunaan kartu SIM yang telah teregistrasi secara ilegal. Dalam kasus ini, penyidik menetapkan empat orang tersangka.
Tersangka pertama berinisial IER, membeli kartu SIM yang sudah teregistrasi dan menggunakannya untuk melakukan penipuan. Pelaku kedua, KK, pengusaha konter ponsel yang menjual ratusan kartu perdana dari berbagai provider yang telah teregistrasi secara ilegal. Dari tangan KK, polisi menyita 130 kartu XL dan 24 kartu dari provider lain.
Tersangka ketiga, F, seorang sales dari perusahaan distribusi kartu SIM PTM, yang memasok kartu ke KK. F kemudian mengungkap keterlibatan pelaku keempat, FRR, yang merupakan sesama sales dan pelaku utama yang meregistrasi kartu menggunakan data pribadi orang lain. FRR mendapatkan data NIK dan KK dari internet. Lalu mendaftarkan kartu secara massal sebelum dijual ke publik.
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Fian Yunus menjelaskan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang merasa identitas dan fotonya disalahgunakan dalam akun LinkedIn palsu.
Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa nomor telepon dalam akun tersebut terdaftar dengan menggunakan data pribadi milik orang lain. NIK dan KK dicatut tanpa persetujuan pemilik aslinya.
Penyidikan kasus ini berlangsung selama satu minggu.
Polisi menemukan bahwa kartu SIM yang digunakan untuk penipuan telah teregistrasi sebelumnya menggunakan data milik tiga orang warga dari Banyumas, Kendal, dan Bogor. Ketiganya mengaku tidak pernah memberikan izin penggunaan data pribadinya.
"Motif dari para pelaku adalah untuk mempermudah penjualan. Konsumen lebih memilih kartu yang sudah teregistrasi karena praktis dan tidak perlu repot isi data pribadi," kata Kasubdit III Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung dikutip dari
Newsline Metro TV pada Jumat, 25 Juli 2025.
Keempat pelaku dijerat dengan Pasal 51 Ayat 1 UU ITE terkait manipulasi data, serta Pasal 65 dan 67 Ayat 3 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022. Ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
(Tamara Sanny)