Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti rendahnya tingkat kepatuhan pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di kalangan pejabat negara. Berdasarkan data KPK, sejumlah menteri, wakil menteri, hingga utusan dan staf khusus presiden belum memenuhi kewajiban pelaporan LHKPN mereka.
Dari 15 utusan khusus, penasihat, dan staf khusus Presiden Prabowo Subianto, tercatat sembilan di antaranya belum melaporkan harta kekayaannya. Salah satu nama yang disebut adalah Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) selaku Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Anggota tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan data lengkap tingkat kepatuhan pejabat negara dalam pelaporan
LHKPN. Hingga saat ini:
- Dari 52 menteri atau kepala lembaga setingkat menteri, sebanyak 36 orang telah melaporkan LHKPN, sementara 16 lainnya belum melapor.
- Dari 57 wakil menteri atau kepala lembaga setingkat menteri, baru 30 orang yang melaporkan, sedangkan 27 lainnya belum melapor.
- Untuk 15 utusan khusus, penasihat, dan staf khusus, hanya 6 orang yang telah memenuhi kewajiban, sementara 9 orang lainnya belum melaporkan harta kekayaannya.
“Kami mengimbau para wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN untuk segera melapor sebelum batas waktu tiga bulan sejak tanggal
pelantikan,” ujar Budi Prasetyo, seperti dikutip dari
Headline News Metro TV, Kamis, 5 Desember 2024.
KPK menegaskan, pelaporan LHKPN merupakan bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Menurut KPK, ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini dapat memunculkan risiko
konflik kepentingan serta mencederai integritas pejabat negara.
Kewajiban pelaporan LHKPN ini berlaku sejak pelantikan pejabat dan wajib diselesaikan dalam jangka waktu tiga bulan. KPK juga meminta lembaga pemerintahan untuk lebih proaktif mengingatkan
pejabat terkait agar segera memenuhi kewajiban mereka.
“Kami berharap semua pihak yang berkewajiban dapat mematuhi aturan ini. Pelaporan LHKPN tidak hanya menjadi kewajiban
hukum, tetapi juga merupakan tanggung jawab moral sebagai pejabat publik,” kata Budi.
(Zein Zahiratul Fauziyyah)