Reli Emas Berlanjut, Pasar Optimis Fed Pangkas Suku Bunga di September

Ilustrasi emas batangan. Foto: Freepik.

Reli Emas Berlanjut, Pasar Optimis Fed Pangkas Suku Bunga di September

Husen Miftahudin • 9 September 2025 12:51

Jakarta: Harga emas dunia (XAU/USD) kembali melanjutkan reli dengan menyentuh kisaran USD3.650 per troy ons pada perdagangan Selasa, 9 September 2025, setelah sehari sebelumnya sempat menembus level tertinggi baru di area USD3.646 per troy ons pada Senin, 8 September 2025.

Menurut Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha, capaian ini mencerminkan pasar masih menaruh optimisme besar terhadap prospek pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) pada pertemuan September. Sentimen tersebut sekaligus memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai di tengah pelemahan dolar AS dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah.

Secara teknikal Andy menjelaskan, kombinasi candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini menunjukkan tren bullish pada emas masih cukup kuat.

"Saat ini pasar emas berada dalam momentum penguatan yang solid. Jika tekanan bullish berlanjut, maka XAU/USD berpotensi menembus level psikologis berikutnya di USD3.700. Namun, investor juga harus waspada, karena jika gagal menembus level tersebut, ada kemungkinan harga terkoreksi ke area USD3.613," jelas Andy dikutip dari analisis hariannya, Selasa, 9 September 2025.

Ekspektasi pasar terhadap langkah The Fed menjadi faktor utama yang menggerakkan harga emas. Saat ini, pelaku pasar memprediksi adanya pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp) pada pertemuan September. Meski demikian, sebagian spekulasi lebih besar masih mengarah pada kemungkinan pemangkasan agresif sebesar 50 bp, bergantung pada data inflasi dan kondisi ekonomi yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan.

Dari sisi fundamental, jelas dia, melemahnya pasar tenaga kerja Amerika Serikat semakin memperkuat alasan bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Data ketenagakerjaan terbaru menunjukkan penciptaan lapangan kerja hanya 22 ribu pada Agustus, jauh di bawah ekspektasi. Tingkat pengangguran pun naik dari 4,2 persen menjadi 4,3 persen, yang menekan nilai dolar AS dan meningkatkan daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
 

Baca juga: Tembus USD3.600, Harga Emas Dunia Cetak Rekor Baru Lagi


(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
 

Emas curi kilau dolar AS


Selain itu, data ekonomi lain menunjukkan adanya perbaikan di sektor jasa. PMI Jasa ISM tercatat tumbuh pada laju tercepat dalam enam bulan terakhir, memberi sedikit optimisme terhadap perekonomian. Namun demikian, pasar tetap fokus pada rilis data inflasi Amerika Serikat.

Indeks Harga Produsen (IHP) dijadwalkan keluar pada Rabu, diikuti oleh Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Kamis. Jika inflasi terus bergerak melemah, maka peluang pemangkasan suku bunga akan semakin kuat, mendukung harga emas untuk tetap tinggi. Sebaliknya, inflasi yang lebih panas bisa memberi kejutan dan mendorong pemulihan dolar AS.

Pelemahan dolar AS terlihat jelas dengan Indeks Dolar (DXY) yang turun 0,21 persen ke posisi 97,50. Bersamaan dengan itu, imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun juga terkoreksi lebih dari tiga basis poin ke level 4,049 persen. Imbal hasil riil AS tercatat turun menjadi 1,679 persen, mencerminkan tekanan lebih lanjut pada dolar dan memberi ruang bagi emas untuk menguat.

Tak hanya faktor makroekonomi, permintaan fisik juga turut menopang reli harga emas. Data resmi menunjukkan Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) melanjutkan pembelian emas selama 10 bulan berturut-turut hingga Agustus. Sejak awal tahun, harga emas sudah mencatat kenaikan sekitar 38 persen, menegaskan perannya sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.

"Dengan kombinasi faktor teknikal dan fundamental tersebut, emas diperkirakan masih berpotensi melanjutkan penguatannya dalam jangka pendek. Selama tren bullish ini bertahan, emas akan tetap menjadi instrumen yang menarik, terutama menjelang rilis data inflasi AS yang bisa menjadi penentu arah berikutnya," papar Andy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)