Legalisasi Penyimpangan Kewenangan Aparat Dinilai Harus Dihindari

Ilustrasi. Foto: Medcom

Legalisasi Penyimpangan Kewenangan Aparat Dinilai Harus Dihindari

Siti Yona Hukmana • 6 February 2025 18:43

Jakarta: Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2021 Kejaksaan dan KUHAP menjadi sorotan. Sebab, dikhawatirkan menjadi legalisasi penyimpangan kewenangan jaksa.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menjelaskan KUHAP secara jelas telah mengatur diferensiasi fungsional atau pembagian tugas dan kewenangan antar aparat penegak hukum. Fungsi penyelidikan dan penyidikan diamanahkan kepada Polri dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS). Sedangkan, fungsi penuntutan dipercayakan kepada Kejaksaan.

"Akan tetapi pada praktiknya jaksa juga menjalankan fungsi penyelidikan dan penyidikan. Padahal, baik dalam KUHAP, UU Tipikor dan lex spesialis tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan jaksa sebagai penyidik, melainkan sebagai penuntut umum," kata Haidar Alwi, dalam Keterangannya, Kamis, 6 Februari 2025.

Dia mengakui UU Kejaksaan memberi kewenangan kepada jaksa untuk menjadi penyidik tindak pidana tertentu. Namun, jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu harus sebagai PPNS.

Menurut dia, PPNS harus diawasi dalam melaksanakan tugasnya diawasi. Serta, harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian.

"Namun faktanya, apakah jaksa sebagai PPNS sudah melakukan koordinasi dengan Polri sebagai Korwas PPNS dalam melakukan penyidikan seperti yang diamanahkan KUHAP?" ujar Haidar.
 

Baca juga: Revisi UU Diminta Hindari Tumpang Tindih Antarpenegak Hukum

Selain itu, Haidar mengatakan penyidik yang dikenal dalam KUHAP yaitu Polri dan PPNS harus mengikuti dan lulus diklat di bidang penyidikan yang diselenggarakan Polri untuk mendapatkan sertifikasi. Bahkan, setiap saksi yang diperiksa berhak menanyakan itu kepada penyidik.

"Pertanyaannya, apakah jaksa punya?" kata Haidar.

Kemudian, dalam surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP), penyidik harus memberi tahu jaksa paling lambat dalam waktu tujuh hari. Proses ini disebut tidak terjadi bila penyidiknya di Kejaksaan.

"Lantas kalau jaksa naik sidik sendiri, kepada siapa jaksa memberi SPDPnya? ucap Haidar.

Maka itu, Haidar khawatir bila kejaksaan diberi kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis, koordinasi horizontal, dan saling mengawasi antar penegak hukum tidak berjalan dengan baik. Bahkan, diyakini terjadi monopoli perkara yang bisa mengganggu keseimbangan antarlembaga dan rawan disalahgunakan.

"Entah oleh oknum internal Kejaksaan, tekanan politik, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut kepentingan elit," ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)