Ilustrasi. Foto: Medcom
Siti Yona Hukmana • 5 February 2025 20:52
Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menjadi sorotan. Sebab, hal itu dikhawatirkan membuat tumpang tindih kewenangan antarpenegak hukum, terutama kepolisian.
"Bukan untuk memperlemah, tapi untuk memperkuat lembaga karena Kejaksaan diberikan kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis (otoritas yang mengatur jalannya proses hukum). Justru ini yang jadi masalahnya," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Februari 2025.
Meski Haidar mengakui asas dominus litis dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Seperti berkas perkara tidak perlu lagi bolak-balik antara penyidik dan jaksa, karena perbedaan pandangan terkait kelengkapan alat bukti.
"Namun di sisi lain, malah tumpang tindih apabila tidak ingin disebut melucuti kewenangan kepolisian dan kehakiman," ujarnya.
Selain bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, jaksa bisa mengintervensi penyidikan yang dilakukan Kepolisian. Menurut dia, jaksa bebas menentukan kapan suatu perkara naik penyelidikan dan penyidikan, serta kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan. Bahkan jaksa dapat menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman.
"Hal ini rawan disalahgunakan karena mengabaikan checks and balances. Entah oleh tekanan politik, kepentingan pribadi, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut elit," jelas Haidar.
Haidar mengatakan saat ini Kejaksaan bisa menangani perkara korupsi. Mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan. Persis seperti kewenangan KPK.
Malahan, Korps Adhyaksa terkesan lebih kepada fungsi penyidikan ketimbang penuntutan. Walau UU Kejaksaan memperbolehkan jaksa menjadi penyidik tindak pidana tertentu, secara normatif yuridis, kejaksaan sebetulnya tidak lagi berwenang sebagai penyidik perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
"Jika jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu, berarti jaksa sebagai PPNS. PPNS dalam melaksanakan tugasnya diawasi serta harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian. Namun faktanya, apakah jaksa sebagai PPNS sudah melakukan koordinasi dengan Polri sebagai Korwas PPNS dalam melakukan penyidikan sebagaimana yang diamanahkan KUHAP?" papar Haidar.
Haidar menyebut KUHAP menganut pemisahan antara fungsi penyidikan dan penuntutan. Berdasarkan KUHAP, kata dia, wewenang penyelidikan, penyidikan, penangkapan, dan penahanan berada di tangan Kepolisian.
"Namun Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP yang bakal memungkinkan jaksa mengintervensi kewenangan kepolisian dan menyerobot kewenangan kehakiman, justru semakin menegaskan ambisinya menjadi lembaga superbody," ucapnya.
Untuk diketahui, Revisi UU Kejaksaan diusulkan oleh Komisi III dan KUHAP diusulkan oleh Baleg. DPR telah menyepakati keduanya masuk dalam 41 prolegnas prioritas 2025.