Masyarakat Sipil Surati DPR Minta Perhatikan 8 Poin Krusial Revisi KUHAP

Ilustrasi. Foto: Medcom

Masyarakat Sipil Surati DPR Minta Perhatikan 8 Poin Krusial Revisi KUHAP

Fachri Audhia Hafiez • 10 February 2025 17:31

Jakarta: Koalisi Masyarakat Sipil mengirimkan surat terbuka kepada Komisi III DPR. Mereka meminta DPR memperhatikan delapan poin krusial dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Setidaknya ada delapan poin krusial yang seharusnya masuk ke dalam substansi pembahasan pembaruan KUHAP," kata Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, melalui keterangan tertulis, Senin, 10 Februari 2025.

Poin pertama soal peneguhan kembali prinsip due process of law atau proses hukum yang adil. “Kemudian ada penguatan dan penjaminan terhadap hak asasi manusia dan juga penguatan sistem check and balances gitu ya,” ujar Fadhil.

Kedua, perlu ada mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang memadai terkait dengan upaya paksa. Adapun, upaya paksa mulai dari penetapan tersangka, penahanan, penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan dinilai rawan disalahgunakan oleh aparat penegakan hukum.

“Sehingga, tanpa adanya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang jelas yang harusnya diatur dalam KUHAP, maka instrumen-instrumen hukum acara itu rawan sekali disalahgunakan,” kata dia.
 

Baca juga: KY Usul Revisi KUHAP Atur Pemberian Bantuan Hukum bagi Terpidana

Ketiga, soal penguatan hak-hak tersangka yang selama ini kerap kali dinihilkan atau tidak diakui dalam pelaksanaan penegakan di bidang hukum pidana. Keempat, mekanisme penyelesaian sengketa atau perkara di luar persidangan yang hingga saat ini belum ada penyelarasan.

“Kelima, perlu ada perbaikan pengaturan mengenai upaya paksa seperti banding kasasi peninjauan kembali atau kasasi demi kepentingan hukum,” ujar Fadhil.

Keenam perlu ada mekanisme komplain atau keberatan. Khususnya ketika masyarakat atau orang-orang yang berhadapan dengan hukum mengalami pelanggaran hukum acara atau pelanggaran hak asasi manusia.

“Karena kami pandang selama ini pra-peradilan belum menjadi wadah kontrol yang jelas gitu ya dan memberikan atau berorientasi pada keadilan,” ucap dia.

Ketujuh, Fadhil menilai perlu juga ada penguatan dan perbaikan penjaminan hak-hak korban. Baik hak-hak yang bersifat prosedural seperti hak atas informasi perkembangan perkara, hak agar perkaranya ditindaklanjuti oleh penegak hukum maupun hak bagi korban untuk mendapatkan pemulihan.

Kedelapan, dia meminta Komisi III DPR maupun Badan Keahlian Setjen DPR melakukan pembahasan revisi KUHAP yang berorientasi pada perbaikan fundamental. Termasuk, memasukkan berkaitan dengan sistem peradilan pidana.

"Jadi bukan hanya revisi yang semu yang hanya untuk mengoperasionalisasikan KUHP nasional di 2026 nanti. Tapi harus betul-betul berorientasi pada perbaikan sistem peradilan pidana mampu menjawab tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat terkait sistem peradilan pidana,” pungkas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)