Ilustrasi bioenergi. Foto: dok Aprobi.
Media Indonesia • 27 February 2024 15:35
Jakarta: Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu menyampaikan perkembangan industri bioenergi Indonesia tidak selalu berjalan mulus.
Berbagai tantangan dihadapi industri tersebut, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari eksternal, Indonesia mendapat diskriminasi ekspor produk biodiesel sawit Indonesia dan kampanye negatif dari Uni Eropa (UE).
Secara umum, bioenergi menghasilkan tiga jenis sumber energi, yakni biofuel yang terdiri dari biodiesel, bioetanol, lalu menghasilkan biogas, dan biomassa.
"Tantangan industri bioenergi tidak selalu datang dari dalam negeri, namun juga dari pasar global. Seperti contoh dari Uni Eropa. Dengan berbagai cara mencoba mendiskriminasikan produk biofuel Indonesia," ujar Jisman dalam Seminar Tantangan Industri Bioenergi secara daring, Selasa, 27 Februari 2024.
Jisman menjelaskan langkah yang dilakukan UE antara lain menerapkan kebijakan renewable energy directives (RED) atau pengaturan tentang pembatasan konsumsi minyak kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan. Lalu, UE menetapkan bea masuk anti-dumping (BMAD) untuk produk biodiesel dari Indonesia. Kemudian, diberlakukannya
EU Deforestation-Free Regulation (EUDR), yang memuat pelarangan masuknya tujuh produk komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi. Akibat aturan itu, mulai 2025 nanti, sejumlah komoditas di Indonesia yang akan terdampak dari EUDR, antara lain minyak sawit, karet, kakao, kayu dan kopi, diwajibkan ikut uji tuntas (due diligence) ketertelusuran (traceability).
Jisman menerangkan, dengan upaya diskriminasi tersebut menyebabkan ekspor biodiesel Indonesia ke UE anjlok signifikan di tahun lalu. "Berbagai tantangan tersebut telah menurunkan ekspor biodiesel kita hingga 70 persen," tegasnya.
Selain itu, Uni Eropa juga menyerang produk minyak sawit Indonesia dengan kampanye negatif. Minyak sawit diketahui memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan sebagai bioenergi atau sebagai bahan bakar minyak cair. Masalah lainnya ialah soal keberterimaan masyarakat terhadap produk-produk bioenergi.
"Tidak semua masyarakat menerima bionergi dengan baik, karena ada kekhawatiran dampak lingkungan seperti penggunaan lahan yang berpotensi merusak ekosistem, memengaruhi keanekaragaman hayati atau biodiversity, dan masalah keberlanjutan," tutur Jisman.
Baca juga: SPBU Hidrogen Diyakini Mampu Topang Ketahanan Energi Nasional