Bersyukur Cukai Rokok Tak Naik, GAPPRI Kasih Usulan Kebijakan CHT ke Sri Mulyani

Ilustrasi. Foto: dok MI/Panca Syurkani.

Bersyukur Cukai Rokok Tak Naik, GAPPRI Kasih Usulan Kebijakan CHT ke Sri Mulyani

Husen Miftahudin • 27 September 2024 16:28

Jakarta: Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengapresiasi keputusan pemerintah yang tidak jadi menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 mendatang.

Salah satu pertimbangan pemerintah adalah munculnya fenomena down trading rokok sebagai imbas dari kenaikan cukai rokok pada 2020, 2021, 2022, 2023, dan 2024 yang nilai rata-ratanya di atas 10 persen setiap tahunnya, sehingga kenaikan totalnya di atas 65 persen.

Fenomena ini, ungkap Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan, ditandai oleh para konsumen yang beralih mengkonsumsi produk rokok dengan harga lebih murah, termasuk rokok ilegal.

GAPPRI menyampaikan rasa terima kasih karena pemerintah tidak jadi mengerek tarif CHT pada 2025, sehingga keputusan ini akan membantu kelangsungan industri rokok dan para konsumen tetap terpacu membeli rokok legal.

"Selain apresiasi tarif CHT tidak naik, GAPPRI juga meminta pemerintah agar harga jual eceran (HJE) rokok tidak berubah di tahun 2025, serta tidak ada kenaikan PPN menjadi 12 persen," ucap Henry dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2024.

Henry menyatakan, berdasarkan kondisi pasar rokok legal yang terancam oleh tekanan kebijakan non fiskal dan fiskal, pabrik anggota GAPPRI berupaya untuk bertahan dengan tenaga kerja dan kelangsungan industri, serta turunnya produksi dan melambatnya kinerja penerimaan CHT yang memerlukan kebijakan mitigasi.

"Kami mendorong adanya keseimbangan antara fungsi pengendalian dan fungsi penerimaan ke depan," ujar Henry Najoan.
 

Baca juga: Kemenkeu: Kebijakan Rokok Tanpa Merek Bisa Timbulkan Masalah Pengawasan Produk Ilegal
 

Ajukan 4 usulan


Karena itu, lanjut Henry, GAPPRI meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati untuk mempertimbangkan empat usulan terkait CHT. Pertama, tarif CHT untuk 2025, 2026, dan 2027 tidak naik. Hal ini demi menjaga kelangsungan proses pemulihan industri hasil tembakau legal nasional.

Kedua, GAPPRI berharap HJE pada 2025 juga tidak naik, guna menyesuaikan dengan daya beli yang semakin rendah. Ketiga, tidak dinaikkan PPN pada 2025, demi menjaga penjualan dalam kondisi turunnya daya beli masyarakat.

Selanjutnya, yang keempat, mendorong agar Operasi Gempur Rokok Ilegal terus ditingkatkan sampai ke produsen rokok ilegal secara extra ordinary dengan melibatkan aparat penegak hukum (APH) terkait.

"Empat usulan kami dimaksudkan lebih berpihak melindungi rokok legal yang sudah merekrut banyak tenaga kerja terutama tenaga kerja wanita dan sebagian besar pabrik padat berbahan baku dalam negeri," terang Henry.


(Petugas kantor Bea Cukai Kudus menunjukkan rokok ilegal hasil operasi. Foto: Metrotvnews.com/Rhobi Shani)
 

Peredaran rokok ilegal makin buas


Henry mengungkapkan, industri hasil tembakau (IHT) nasional sedang tidak baik-baik saja. Dalam hal ini, terjadi fenomena down trading atau penyusutan konsumsi rokok Golongan I.

Rokok Golongan II pun ikut mengalami penyusutan lantaran para konsumen berpindah ke rokok yang lebih murah lagi, termasuk rokok ilegal.

Peredaran rokok ilegal pun terus menggerus pangsa pasar rokok legal. Hal ini tercermin dari penerimaan CHT 2023 yang tidak mencapai target. "Prediksi kami target CHT tahun 2024 pun tidak akan tercapai," tutur dia.

Fakta-fakta di atas menandakan harga rokok legal di Indonesia sudah tidak terjangkau oleh sebagian besar konsumen karena daya beli mereka sangat lemah seiring tingginya kenaikan tarif CHT periode pada 2020-2024.

"Dengan menjaga tarif CHT, HJE, serta PPN, hal ini tentu akan membantu pemulihan iklim industri rokok legal dengan harapan produksi dapat meningkat dan pasti target penerimaan CHT dapat tercapai," terang Henry.

Diketahui, Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal pada 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86 persen. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)