Anggota Komisi X DPR Melly Goeslaw dalam FGD Perlindungan Hukum Hak Cipta dalam Tata Kelola Digitalisasi. Foto: Istimewa.
Anggi Tondi Martaon • 18 November 2024 17:04
Jakarta: Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dinilai harus direvisi. Sebab, Indonesia perlu aturan yang lebih responsif terhadap perkembangan digital yang sangat cepat, termasuk di bidang hak cipta.
Hal itu disampaikan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Gerindra, Melly Goeslaw, saat menggelar Forum Group Disscussion (FGD) bertema Perlindungan Hukum Hak Cipta dalam Tata Kelola Digitalisasi. Melly merupakan pengusul revisi UU Hak Cipta.
"Dengan kemajuan pesat platform digital, industri kreatif menghadapi risiko besar, termasuk pelanggaran hak cipta, pembajakan konten, dan penyebaran tanpa izin. Sehingga kita butuh solusi untuk menyelesaikannya," kata Melly melalui keterangan tertulis, Senin, 18 November 2024.
Legislator yang berlatar belakang musisi itu mengungkapkan, perlindungan hak cipta di platform digital dapat berperan dalam mencegah pelanggaran. Sehingga, para pencipta mendapatkan haknya secara adil.
"Dengan kemajuan pesat platform digital, industri kreatif menghadapi risiko besar, termasuk pelanggaran hak cipta, pembajakan konten, dan penyebaran tanpa izin. Sehingga kita butuh solusi untuk menyelesaikannya," ungkap Melly.
Menurut Melly, ada tiga strategi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap hak cipta di kalangan pelaku industri digital dan masyarakat. Pertama, memperbarui UU Hak Cipta agar bisa mencakup ranah digital serta menerapkan mekanisme penegakan yang lebih kuat.
Kemudian, meningkatkan kesadaran publik meningkatkan kesadaran tentang hukum hak cipta. Kesadaran publik dinilai penting untuk menghormati hak kekayaan intelektual.
"Terakhir adalah kolaborasi Industri dengan mendorong kemitraan antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan pencipta untuk menetapkan protokol bersama dalam perlindungan hak cipta," sebut dia.
Legislator Dapil Jabar I itu berharap dalam FGD tersebut dapat menjadi forum merumuskan solusi regulasi dan kebijakan potensial untuk mengatasi permasalahan terkait hak cipta. Serta dapat menghasilkan seruan untuk pendekatan kolaboratif dalam perlindungan hak cipta dalam tata kelola digital.
"Melalui FGD ini, diharapkan dapat ditemukan solusi yang tepat untuk menjaga keseimbangan antara hak cipta dan kebebasan berkreasi dalam dunia digital," ujar dia.
FGD tersebut menghadirkan pakar hukum, pencipta konten digital, pembuat kebijakan, serta perwakilan dari berbagai industri yang terdampak oleh transformasi digital.
Hadir pula banyak pencipta lagu dan penyanyi, serta musisi indie, seperti Dhani Ahmad, Dessy Ratnasari, Marcel Siahaan, Badai Krispati, HIVI, Endah, Arsy Widianto, Candra Darusman, Adi Kla Project dan lain-lain yang juga punya kepedulian untuk mengatasi tantangan dan peluang terkait hak cipta di tengah perkembangan lanskap digital yang pesat.