Dewan Redaksi Media Gorup, Ade Alawi. Foto: MI/Ebet.
Media Indonesia • 10 December 2024 05:27
IBARAT peribahasa 'padi semakin berisi semakin merunduk', manusia sejatinya seperti itu. Semakin tinggi ilmunya, semakin luas pengetahuan dan wawasannya, semakin dewasa dan bijak pula dalam bertutur kata dan bersikap.
Dengan ketinggian ilmu, seseorang seharusnya mampu menakar mana yang baik dan buruk. Dia juga semakin mengetahui keterbatasan dirinya karena 'di atas langit ada langit'.
Bagi seorang pendakwah, tak hanya ketinggian ilmu yang diharapkan, ketinggian adab jauh lebih diutamakan. Pasalnya, adab berada di atas ilmu (al-adab fauqal 'ilmi).
Kasus Miftah Maulana Habiburrahman atau akrab disapa Gus Miftah yang 'mencandakan' seorang pria bernama Sonhaji yang sedang berjualan es teh saat acara Magelang Berselawat pada 20 November lalu menyentak publik.
Bukan kali ini saja pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji yang berlokasi di Sleman, Yogyakarta, itu menuai kontroversi dengan dalih bercanda, seperti menoyor kepala istrinya dan menghina seniman Yati Pesek.
Publik murka dengan sikap Miftah. Hingga Jumat (6/12) pukul 10.34 WIB sebanyak 254.747 orang telah menandatangani petisi yang mendesak Presiden Prabowo Subianto mencopot Miftah dari posisi utusan khusus presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan.
Bahkan, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim ikut menyoroti kasus Miftah. Menurut Anwar, perilaku pendakwah nyentrik yang bernama asli Taim itu merupakan bentuk kesombongan.
Alhasil, pria kelahiran Lampung, 5 Agustus 1981 itu tak kuasa menahan gelombang desakan mundur. Akhirnya dia menyatakan mengundurkan diri dari jabatan utusan khusus
Presiden Prabowo Subianto.
Sonhaji sebagai penjual es teh ialah bagian dari jutaan pekerja sektor informal di Tanah Air. Pekerja informal merupakan bagian dari usaha mikro, kecil, dan menengah (
UMKM).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sektor informal adalah lingkungan usaha tidak resmi; lapangan pekerjaan yang diciptakan dan diusahakan sendiri oleh pencari kerja (seperti wiraswasta).
Data Badan Pusat Statistik per Agustus 2024 menunjukkan jumlah pekerja sektor informal sebanyak 57,95?ri total pekerja di Indonesia sebanyak 144,64 juta orang. Jumlah pekerja sektor informal melesat melampaui jumlah pekerja formal di era Presiden Joko Widodo lalu.
Sebagai anak bangsa yang mencari sesuap nasi, pekerja informal patut dihargai. Mereka telah berkontribusi menggerakkan dan menyelamatkan ekonomi Indonesia dari krisis moneter pada 1997 dan pandemi covid-19 pada 2020-2022.
Sonhaji dan pekerja sektor informal lainnya harus dilindungi negara. Tak hanya dilindungi, mereka perlu diberi ruang berusaha, permodalan, pendampingan, dan sebagainya.
Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan 'Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya'. Demikian pula pada Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, 'Setiap warga negara, sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak'.
Melonjaknya pekerja di sektor informal diperkirakan terus berlanjut seiring dengan geopolitik yang terus memanas, perubahan iklim, dan fenomena padat teknologi yang menggantikan sumber daya manusia. Akhirnya, ledakan pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terelakkan lagi.
Negara berkewajiban meningkatkan kehidupan UMKM. Keberadaan Kementerian UMKM tidak sekadar politik balas budi, tetapi bagian upaya sungguh-sungguh menciptakan UMKM agar naik kelas.
Kontribusi UMKM sangat signifikan bagi negeri ini. Sumbangan kelompok usaha itu terhadap produk domestik bruto nasional per Juli 2024 mencapai 60,51?n menyerap hampir 97?ri total tenaga kerja di Indonesia.
Pasal 5 ayat (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM menyebutkan tujuan pemberdayaan UMKM ialah mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan.
Presiden Prabowo dalam berbagai kesempatan menegaskan kecintaannya kepada rakyat kecil. Sikap mantan Danjen Kopassus itu harus diikuti segenap unsur di pemerintahannya. Komitmen tegak lurus kepada Prabowo yang pro wong cilik mesti diwujudkan para pembantunya dalam perilaku, tutur kata, dan kebijakan publik.
Tak hanya Miftah yang minta maaf, beberapa ulama yang hadir di panggung bersamanya, bahkan ada yang tertawa terpingkal-pingkal, seharusnya minta maaf kepada Sonhaji. Tingkah mereka telah meranca kemanusiaan dan menodai keulamaan.
Masih banyak kelucuan yang bisa diciptakan di atas panggung dakwah tanpa mengolok-olok orang lain atau ujaran sarkastis. Saling tenggang rasa, hormat, toleransi, dan menjaga muruah ialah keadaban yang diajarkan orangtua dan guru.
Humor memang bagian dari strategi komunikasi publik untuk melepaskan hormon endorfin sehingga khalayak mudah menerima pesan dengan senang hati.
Walakin, pesan Peter Drucker, pakar manajemen, selayaknya dicamkan. "Hal terpenting dalam komunikasi ialah mendengarkan apa yang tidak dikatakan," ujarnya. Tabik!