Bela Israel, AS Jatuhkan Sanksi ke Hakim Pengadilan Kriminal Internasional

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) diberikan sanksi oleh AS yang selalu bela Israel. Foto: Anadolu

Bela Israel, AS Jatuhkan Sanksi ke Hakim Pengadilan Kriminal Internasional

Fajar Nugraha • 19 December 2025 06:18

Washington: Amerika Serikat pada Kamis 18 Desember 2025 menjatuhkan sanksi pada dua hakim lagi dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Sanksi dijatuhkan setelah mereka menolak upaya Israel untuk mengakhiri penyelidikan kejahatan perang di Gaza.

Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang sebelumnya telah memerintahkan sanksi terhadap para hakim dan jaksa dalam kasus tersebut, secara eksplisit mengaitkan langkah-langkah baru tersebut dengan pemungutan suara pada Senin di mana kedua hakim tersebut berpihak pada mayoritas dan mempertahankan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant.
 


"Kami tidak akan mentolerir penyalahgunaan kekuasaan ICC yang melanggar kedaulatan Amerika Serikat dan Israel dan secara keliru menundukkan warga AS dan Israel pada yurisdiksi ICC," kata Rubio dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Jumat 19 Desember 2025.

"Kami akan terus menanggapi dengan konsekuensi yang signifikan dan nyata terhadap perang hukum dan pelanggaran wewenang ICC," tulis Rubio.

Hal ini menambah jumlah hakim ICC yang dikenai sanksi oleh pemerintahan Trump menjadi setidaknya delapan orang, bersama dengan setidaknya tiga jaksa penuntut termasuk kepala jaksa penuntut Karim Khan.

ICC yang berbasis di Den Haag menanggapi bahwa mereka "dengan tegas menolak" sanksi baru tersebut.

Langkah-langkah tersebut merupakan "serangan terang-terangan terhadap independensi lembaga peradilan yang tidak memihak," kata ICC dalam sebuah pernyataan.


Israel memuji

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah AS itu. "Israel menghargai kepemimpinan yang tegas dan tindakan kuat Menteri Luar Negeri (Marco Rubio) dan tekad Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden (Donald Trump) untuk menghadapi momok perang hukum, yang merupakan ancaman serius bagi kedua negara kita,” ujar Netanyahu.

"Terima kasih, Menteri Rubio, atas sikap moral yang jelas ini," tulis Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar terkait X.

Hakim yang baru dikenai sanksi adalah Gocha Lordkipanidze, mantan menteri kehakiman Georgia, dan Erdenebalsuren Damdin dari Mongolia.

Sanksi tersebut melarang para hakim memasuki Amerika Serikat dan memblokir transaksi properti atau keuangan dengan mereka di negara ekonomi terbesar di dunia.

Lordkipanidze sebelumnya adalah profesor adjung di Universitas Columbia di New York. Putusan setebal 44 halaman pada hari Senin menguatkan keputusan untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang yang dilakukan Israel di Gaza.

Netanyahu dan Gallant sama-sama menghadapi tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam serangan Israel yang tak henti-hentinya di wilayah Palestina yang dilancarkan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Tindakan terbaru ini menempatkan Amerika Serikat sejajar dengan Rusia, yang pekan lalu menjatuhkan hukuman kepada hakim ICC dan jaksa Khan secara in absentia.

ICC juga telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Presiden Rusia Vladimir Putin terkait invasi ke Ukraina. Amerika Serikat, Israel, dan Rusia termasuk di antara negara-negara yang menolak ICC, yang didukung oleh hampir semua negara demokrasi Barat.

ICC didirikan pada tahun 2002 sebagai pengadilan tingkat terakhir ketika suatu negara tidak memiliki sistem hukum yang memadai untuk memastikan akuntabilitas. Selama masa jabatan pertama Trump, Amerika Serikat juga mengambil tindakan terhadap jaksa penuntut utama ICC dalam upaya yang berhasil untuk memblokir penyelidikan atas dugaan pelanggaran selama perang yang dipimpin AS di Afghanistan.

Pemerintahan mantan presiden Joe Biden mencabut sanksi dan berupaya untuk melakukan kerja sama terbatas dengan pengadilan, terutama terkait Ukraina.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Fajar Nugraha)