Suasana kedatangan pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang di Gedung Bareskrim Polri. Foto: Medcom.id/Yona
Siti Yona Hukmana • 1 August 2023 13:55
Jakarta: Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren Al Zaytun, tiba di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Panji datang bersama pengacara menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam proses penyidikan kasus dugaan penistaan agama.
Pantauan Medcom.id, Panji tiba sekitar pukul 13.23 WIB mengenakan pakaian kemeja abu-abu gelap, kaca mata hitam, dan peci hitam. Panji datang dikawal ketat anggota polisi, baik dari Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri maupun Provos.
Ketika ditanya sehat atau tidak, Panji emoh menjawab. Dia hanya mengacungkan jempol ke awak media.
Polisi juga tidak memperbolehkan mewawancarai Panji setiba di Gedung Bareskrim. Salah seorang polisi meneriaki bahwa Panji akan menjalani pemeriksaan terlebih dahulu.
"Minggir dulu, buka, buka. Ini ada pemeriksaan," kata salah satu anggota polisi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 1 Agustus 2023.
Panji langsung masuk gedung Bareskrim Polri dikawal anggota polisi. Panji akan menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Sejatinya, Panji diperiksa pada Kamis, 27 Juli 2023. Namun, dia absen dengan alasan sakit. Dia mengajukan penjadwalan ulang pada 3 Agustus 2023.
Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri tidak bisa membuktikan keabsahan surat sakit yang diberikan pengacara. Alhasil, penyidik menjadwalkan pemeriksaan Panji pada Selasa, 1 Agustus 2023.
Total sudah 54 orang diperiksa penyidik dengan rincian 38 saksi dan 16 saksi ahli. Ahli itu meliputi ahli pidana, sosiologi, dan agama.
Polisi tinggal mendengar keterangan Panji terkait kasus yang dipersangkakan terhadapnya. Setelah itu, polisi akan menggelar perkara menetapkan status Panji dalam kasus yang menjeratnya.
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.