Rektor Institut Musik Jalanan (IMJ), Andi Malewa bersama sejumlah musisi nasional di acara Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025. Istimewa
Whisnu Mardiansyah • 13 October 2025 00:20
Jakarta: Rektor Institut Musik Jalanan (IMJ), Andi Malewa, menyerukan perlunya perhatian khusus pemerintah terhadap musisi jalanan. Ia meminta Kementerian Dalam Negeri memberikan payung hukum yang mengakui musisi jalanan sebagai bagian sah dari ekosistem kebudayaan nasional.
Seruan ini disampaikan dalam Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025 di The Sultan Hotel & Residence, Jakarta Pusat. Forum yang mengusung semangat "Satu Nada Dasar" ini menjadi wadah bagi IMJ untuk menyuarakan aspirasi musisi jalanan.
“Kami tidak meminta fasilitas mewah, kami hanya ingin ruang yang diakui secara hukum dan sosial. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, khususnya Pasal 44, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan ruang bagi pelaku budaya agar bisa berkarya dan berekspresi secara layak,” tegas Andi, Jumat, 10 Oktober 2025.
Andi menegaskan musisi jalanan bukan sekadar penghibur di ruang publik. Mereka merupakan seniman rakyat yang berperan penting dalam menjaga denyut budaya urban Indonesia.
IMJ menilai banyak pemerintah daerah belum memahami posisi strategis musisi jalanan. Padahal, UU Pemajuan Kebudayaan secara jelas mewajibkan pemerintah memfasilitasi kegiatan kebudayaan di ruang publik.
“Yang punya otoritas di daerah adalah Kemendagri. Maka kami meminta agar kementerian ini memberi payung kebijakan, agar kepala daerah tidak lagi memandang musisi jalanan sebagai gangguan, tapi sebagai bagian dari wajah budaya daerahnya,” ujar Andi menambahkan.
Banyak musisi jalanan kini telah berkembang menjadi pelaku seni profesional dan kreatif. Bahkan, beberapa di antaranya menjadi mentor bagi anak muda di lingkungan masing-masing.
Baca Juga : KMI 2025 Resmi Ditutup, Hasilkan Rekomendasi Strategis dan Deklarasi Bersama untuk Ekosistem Musik Nasional
Tanpa ruang yang aman dan diakui, musisi jalanan tetap rentan terhadap penertiban dan stigma sosial. Andi menyayangkan kondisi ini meski banyak musisi jalanan telah menghasilkan karya orisinal yang menginspirasi industri musik.
“Banyak dari kami sudah terbukti bisa menghasilkan karya orisinal, bahkan menginspirasi industri musik. Tapi kalau kami terus dipinggirkan dari ruang kota, bagaimana kami bisa tumbuh?” ujarnya lirih.
KMI 2025 yang berlangsung pada 8-11 Oktober 2025 menjadi forum penting bagi seluruh unsur musik Indonesia. Konferensi ini menghadirkan perwakilan pemerintah, pelaku industri, komunitas, hingga seniman independen.
Andi mengapresiasi penyelenggara KMI karena memberikan ruang bagi suara musisi jalanan. Ia menegaskan kesiapan IMJ untuk bersinergi dengan pemerintah daerah menciptakan kebijakan yang inklusif.
“Musisi jalanan itu bukan ancaman, mereka adalah wajah pertama dari musik Indonesia yang sebenarnya: spontan, jujur, dan dekat dengan rakyat,” tutup Andi.