Lebih dari 170 LSM Global Kecam Skema Bantuan Gaza yang Didukung AS-Israel

Warga Palestina beramai-ramai berusaha mendapatkan bantuan makanan di Gaza. (Anadolu Agency)

Lebih dari 170 LSM Global Kecam Skema Bantuan Gaza yang Didukung AS-Israel

Willy Haryono • 2 July 2025 16:03

Jenewa: Sebanyak 171 organisasi non-pemerintah internasional menyerukan penghentian segera atas sistem distribusi bantuan makanan baru di Gaza yang didukung Amerika Serikat (AS) dan Israel.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis Selasa, 1 Juli 2025 di Jenewa, mereka menuduh skema yang dijalankan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) itu telah menyebabkan kematian dan cedera massal di antara warga sipil Palestina.

Menurut otoritas medis di Gaza, lebih dari 500 warga telah tewas dalam insiden penembakan massal di dekat pusat distribusi atau jalur bantuan yang dijaga oleh pasukan Israel sejak sistem GHF mulai dioperasikan pada akhir Mei 2025.

Organisasi seperti Oxfam, Doctors Without Borders (MSF), Save the Children, Norwegian Refugee Council, dan Amnesty International termasuk di antara yang menandatangani pernyataan itu.

“Palestina di Gaza menghadapi pilihan yang mustahil: kelaparan atau berisiko ditembak saat mencoba mendapatkan makanan untuk keluarga mereka,” bunyi pernyataan bersama tersebut, seperti dilansir dari Asia One, Rabu, 2 Juli 2025.

Skema GHF Tuai Kontroversi

Sistem GHF didesain untuk menggantikan mekanisme distribusi bantuan yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan alasan bahwa sistem PBB memungkinkan kelompok militan menyalahgunakan pasokan. Namun, PBB mengecam sistem GHF sebagai “secara inheren tidak aman” dan melanggar prinsip imparsialitas kemanusiaan.

GHF, yang menggunakan perusahaan logistik dan keamanan swasta dari AS, mengklaim telah mendistribusikan lebih dari 52 juta paket makanan dalam lima pekan terakhir. Dalam tanggapannya kepada Reuters, GHF mengatakan:

“Alih-alih saling mencela dari pinggir lapangan, kami mengundang kelompok-kelompok kemanusiaan lainnya untuk bergabung dan memberi makan warga Gaza.”

Namun demikian, berbagai kelompok kemanusiaan melaporkan tingginya angka korban jiwa di sekitar pusat distribusi tersebut.

MSF melaporkan bahwa dua pusat layanan kesehatan primer mereka di Gaza menerima 22 jenazah dan 548 korban luka hanya dalam satu bulan terakhir. Koordinator darurat MSF, Aitor Zabalgogeazkoa, menyatakan bahwa luka yang diderita para korban menunjukkan penggunaan kekuatan mematikan.

“Itu bukan tembakan peringatan. Itu tembakan yang diarahkan langsung ke orang-orang,” ujarnya dalam konferensi pers daring.

Tekanan Internasional

Save the Children melaporkan bahwa dalam lebih dari 50 persen insiden korban massal, anak-anak termasuk yang tertembak dan terbunuh.

“Anak-anak mengatakan kepada kami bahwa mereka ingin mati... agar bisa bersama ibu atau ayah mereka yang telah dibunuh. Mereka ingin berada di surga karena di sana ada makanan dan air,” ujar Rachel Cummings, Direktur Kemanusiaan Save the Children di Gaza.

Militer Israel mengakui pada Senin, 30 Juni 2025 bahwa warga sipil Palestina telah menjadi korban dalam insiden di sekitar pusat distribusi bantuan. Mereka menyatakan telah memberikan “instruksi baru” kepada pasukannya setelah mengevaluasi sejumlah kejadian.

Israel beralasan kehadiran pasukan di lokasi distribusi diperlukan untuk mencegah bantuan jatuh ke tangan Hamas, kelompok militan yang memerintah Gaza.

Namun, tekanan internasional terhadap skema ini terus meningkat. Organisasi-organisasi kemanusiaan kini mendesak negara-negara pendonor untuk memulihkan distribusi bantuan melalui PBB dan menjamin akses yang aman serta bermartabat bagi warga Gaza. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Trump: Israel Siap Gencatan Senjata 60 Hari, Sekarang Tinggal Hamas!

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)