LBH Jakarta Terima 590 Aduan Terkait Pertamax Oplosan

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

LBH Jakarta Terima 590 Aduan Terkait Pertamax Oplosan

Tri Subarkah • 4 March 2025 16:24

Jakarta: Warga yang menjadi korban praktik pertamax oplosan terus bertambah. Sejak kanal pengaduan secara luring dibuka, jumlah aduan sudah menembus angka 590.

"Saat ini sudah ada 590 pengaduan yang masuk," ungkap Direktur LBH Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan saat dihubungi, Selasa, 4 Maret 2025.

LBH Jakarta bekerja sama dengan Center of Economics and Law Studies (Celios) resmi meluncurkan Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan pada Jumat, 28 Februari 2025. Pos tersebut menjadi wadah untuk memverifikasi ada tidaknya kerugian yang dialami warga dari praktik blending atau oplosan RON 92 (pertamax) dengan RON yang lebih rendah yang dilakukan oleh Peratmina Patra Niaga.

Rencananya, ratusan aduan yang masuk itu dijadikan bahan untuk menggugat Pertamina ke pengadilan. Fadhil mengatakan ada dua skenario gugatan yang dapat dilakukan, yakni gugatan warga negara atau citizen law suit dan gugatan perwakilan kelompok atau class action.

Menurut Fadil, skenario class action dapat diajukan jika masalah utama yang dihadapi terkait implementasi kebijakan yang buruk dan berdampak secara masif serta meluas ke masyarakat. Gugatan jenis ini diajukan dengan berbasis pada kepentingan umum lewat Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
 

Baca juga: Pukat UGM: Ada Kongkalikong Masif dalam Skema Korupsi BBM Pertamina

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mendukung upaya warga untuk mengajukan gugatan class action ke pengadilan atas praktik blending tersebut. Kendati demikian, ia pesimistis gugatan tersebut akan berhasil mengingat pembuktiannya yang sulit.

"Karena class action itu kan harus membuktikan adanya kerugian. Apakah masyarakat bisa buktikan kerugian yang telah dideritanya? Itu bukan satu hal yang mudah," ujar Zaenur.

Ia berpendapat yang paling penting untuk dilakukan saat ini adalah mendorong agar penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023 dapat dilakukan dengan baik oleh jajaran Kejaksaan Agung.

"Karena mereka punya upaya paksa, kewenangan, sehingga itu lebih memudahkan adanya pembuktian terjadinya pengoplosan," jelas Zaenur. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)