Ilustrasi. Metrotvnews.com.
Devi Harahap • 4 March 2025 14:10
Jakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yuris Rezha Darmawan menilai ada praktik kongkalikong yang masif dalam kasus korupsi BBM di Pertamina. Modus ini dinilai bukan barang baru.
"Bahkan di kasus-kasus korupsi impor yang lain, modus korupsi terencana selalu dimulai dari pengkondisian jumlah suatu produk sehingga pemerintah punya dalih untuk melakukan impor," kata Rezha dalam keterangannya, Selasa, 4 Maret 2025.
Praktik mafia migas dinilai terjadi sangat sistematis dalam kasus korupsi Pertamina. Bukan hanya sekadar modus pengoplosan jenis bahan bakar minyak (BBM) untuk meraup keuntungan besar, namun ada kongkalikong berupa pemufakatan jahat dalam penyediaan minyak mentah secara masif.
Menurut Yuris, proses impor yang jadi ladang korupsi tersebut dilakukan dengan cara pengkondisian pemenang bagi perusahaan eksekutor impor serta penambahan harga impor atau mark up. Pada kasus PT Pertamina Patra Niaga, kata Yuris, praktik ini jelas tidak hanya merugikan konsumen yang mengkonsumsi BBM, tetapi juga berdampak signifikan terhadap kerugian negara.
Yuris juga menilai kasus ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan baik itu pemerintah maupun DPR dalam hal tata kelola migas, termasuk dalam konteks kebijakan impor. Terlebih, kasus ini terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama pada rentang 2018-2023.
"Penegakan hukum harus lebih agresif dalam memberantas praktik-praktik mafia migas. Tidak hanya melalui penindakan terhadap pelaku, tetapi juga melalui perbaikan sistem pengawasan yang lebih ketat di sektor migas," kata Yuris.
Baca juga: Bedah Editorial MI: Momentum Bersih-Bersih Pertamina |