Juru bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana dalam tayangan Breaking News Metro TV.
Siti Yona Hukmana • 11 November 2025 19:50
Jakarta: Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap alasan siswa berinisial F meledakkan bom rakitan di lingkungan SMAN 72 Jakarta, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Siswa tersebut diketahui ingin membalas dendam atas perlakuan yang diterimanya.
Juru bicara Densus 88 AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan siswa tersebut mulai melakukan pencarian di internet sejak awal 2025, mengenai cara orang meninggal baik atas kekerasan yang keji maupun kecelakaan. Tindakan ini dilakukan setelah merasa tertindas, kesepian, dan tidak tahu harus mengadu kepada siapa.
"Lalu, yang bersangkutan juga memiliki motivasi dendam, dendam terhadap beberapa perlakuan-perlakuan kepada yang bersangkutan," kata Mayndra dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa, 11 November 2025.
Mayndra menyebut pencarian di situs internet itu membuat pelaku terinspirasi. Terlebih, F juga mengikuti sebuah komunitas media sosial yang isinya mengagumi kekerasan.
"Nah, motivasi yang lain, ketika beberapa pelaku itu melakukan tindakan kekerasan lalu meng-upload ke media tersebut, maka komunitas tersebut mengapresiasi sebagai sesuatu yang heroik gitu ya," ungkap Mayndra.
Peristiwa ledakan ini terjadi di dua lokasi di lingkungan SMAN 72 Jakarta, yakni dalam masjid dan samping bank sampah, saat khotbah Salat Jumat pada Jumat siang, 7 November 2025. Densus 88 Antiteror
Polri menemukan tujuh peledak di lokasi.
Sebanyak tiga di antaranya tidak meledak dan empat lainnya meledak di dua lokasi. Selain itu, polisi juga menemukan dua senjata mainan di lokasi ledakan.
Petugas Puslabfor Polri melakukan penyelidikan tempat kejadian ledakan di masjid SMAN 72 Jakarta. Foto: Media Indonesia/Usman Iskandar.
Akibat insiden ini, 96 orang luka-luka, termasuk pelaku. Polisi menetapkan pelaku siswa berinisial F sebagai anak berkonflik dengan hukum (ABH).
Siswa diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang patut diduga melanggar norma hukum. Siswa melanggar Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 c Undang-undang Perlindungan Anak. Kemudian, melanggar Pasal 355 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951.
Meski demikian, pihak kepolisian mengedepankan Sistem Peradilan Anak. Lantaran, korban maupun pelaku berstatus anak di bawah umur.