Ilustrasi. Medcom.id
Amaluddin • 14 November 2025 15:20
Surabaya: Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur (Jatim) bersiap memulai rangkaian sidang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2026 pada akhir November 2025. Penetapan UMP dijadwalkan pada 8 Desember, disusul UMK pada 15 Desember 2025.
Ketua Dewan Pengupahan Jatim dari unsur pekerja, Ahmad Fauzi, menyampaikan bahwa usulan buruh tahun ini akan lebih progresif dibanding tahun sebelumnya. Serikat pekerja akan mendorong kenaikan 8–10 persen, dengan mempertimbangkan lonjakan harga kebutuhan pokok, peningkatan biaya hidup keluarga pekerja, kenaikan BBM, hingga inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
“UMK tidak lagi relevan jika hanya didasarkan pada buruh lajang. Banyak pekerja menanggung keluarga dan kebutuhannya tentu berbeda,” kata Fauzi, Jumat, 14 November 2025.
Fauzi mengakui pihak Apindo kemungkinan mengajukan kenaikan moderat karena kalangan pengusaha menilai ekonomi belum benar-benar pulih. Saat ini Dewan Pengupahan masih menunggu petunjuk teknis dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait formula resmi penghitungan UMP dan UMK 2026.
“Kami berharap pemerintah pusat bersikap adil—kenaikannya layak, tapi tetap menjaga keberlangsungan industri,” ujar Fauzi.
Sementara itu, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono menegaskan bahwa pembahasan UMP 2026 masih dalam tahap kajian mendalam. Pemprov berusaha menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja, pelaku industri, dan daya saing ekonomi daerah.
“Buruh tentu menginginkan kenaikan setinggi-tingginya. Tapi kami juga harus menimbang kondisi pengusaha dan dinamika ekonomi Jawa Timur yang berbeda-beda,” kata Adhy.
Ia menegaskan penetapan upah tidak boleh tergesa-gesa. Hal ini membutuhkan pembahasan formal tiga unsur, yakni pemerintah, serikat pekerja, dan asosiasi pengusaha.
“Belum waktunya menyampaikan angka. Kita masih menghitung, menyesuaikan kondisi Jatim sebagai wilayah dengan potensi investasi tinggi,” ucap Adhy.

Ilustrasi. Foto: Metrotvnews.com/Husen.
Adhy juga menyinggung pentingnya menjaga gradasi proporsional antara daerah ber-UMK tinggi dan rendah. Menurutnya, kenaikan persentase yang sama tidak otomatis menyetarakan pendapatan karena nominal UMK tiap daerah sangat berbeda.
“Daerah ring satu bisa meloncat terlalu tinggi jika disamakan. Sementara daerah UMK kecil tetap naiknya rendah meski persentasenya sama,” jelas Adhy.
Pemprov Jatim, lanjut Adhy, kini fokus mengangkat daerah dengan UMK rendah agar kesenjangan upah antarwilayah semakin mengecil. “Yang utama adalah bagaimana daerah ber-UMK kecil bisa meningkat, sehingga pekerjanya mendapat penghasilan lebih layak,” tegasnya.
Adhy menambahkan bahwa proses penetapan upah tetap melibatkan seluruh pemerintah kabupaten/kota. “Kondisi tiap daerah berbeda, jadi bupati dan wali kota harus dilibatkan,” pungkas Adhy.