Riza Aslam Khaeron • 12 August 2025 19:20
Jakarta: Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, perbincangan mengenai simbol-simbol kebangsaan kembali mengemuka. Tidak hanya bendera dan lambang negara, uang rupiah juga menjadi salah satu wujud nyata kedaulatan yang sarat nilai historis dan identitas nasional.
Sejak pertama kali dicetak pada masa awal kemerdekaan, desain uang Indonesia telah mengalami berbagai perubahan signifikan yang mencerminkan dinamika politik, sosial, dan budaya bangsa.
Berikut penjelasan evolusi dan setiap seri uang Indonesia.
ORI Seri I-II (1945–1947)
Gambar: Uang Rp100 ORI Seri I menampilkan Soekarno. (Wikimedia Commons)
ORI Seri I merupakan mata uang pertama Republik Indonesia setelah kemerdekaan. Diumumkan pada 17 Oktober 1945 dan mulai diedarkan secara luas di Pulau Jawa pada 10 Oktober 1946, ORI menjadi simbol penting kedaulatan ekonomi negara baru.
Pecahan yang diterbitkan antara lain 1 sen, 5 sen, 10 sen, Rp 1/2, Rp 1, Rp 5, Rp 10, dan Rp 100. Kebanyakan uang tersebut memiliki gambar Presiden pertama Republik Indonesia (RI) Ir. Soekarno dan pedang kris.
Seluruh pecahan ditandatangani oleh Menteri Keuangan A.A. Maramis. Seri kedua diluncurkan di Yogyakarta pada 1 Januari 1947. Pecahannya terdiri dari Rp 5, Rp 10, Rp 25, dan Rp 100.
Desain uang Rp 5 berwarna hijau, sedangkan Rp 25 menampilkan gambar kerbau berwarna coklat—menggambarkan kehidupan agraris Indonesia. Uang ini ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara, menandai peralihan otoritas cetak dari Jakarta ke Yogyakarta sebagai ibu kota sementara Republik.
ORI Seri III (1947–1948)
Gambar: Uang Rp100 seri III. (Wikimedia Commons)
Sebagai kelanjutan dari seri sebelumnya, ORI Seri III memiliki jumlah peredaran yang terbatas, menjadikannya langka ditemukan saat ini. Pecahan yang beredar meliputi Rp 1/2, Rp 2½, Rp 25, Rp 50, Rp 100, dan Rp 250.
Desainnya menampilkan figur Soekarno serta ilustrasi rakyat pekerja, seperti penyadap karet, banteng mengamuk, dan perkebunan tembakau. Seluruh pecahan ditandatangani kembali oleh A.A. Maramis.
ORI Seri IV (1948)
Gambar: Uang Rp600 seri IV. (Wikimedia Commons)
ORI Seri IV dikeluarkan di Yogyakarta dan ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 23 Agustus 1948. Ciri khas dari seri ini adalah penggunaan angka nilai uang yang tidak lazim, seperti Rp 40, Rp 75, Rp 100, Rp 400, dan Rp 600.
Seperti sebelumnya, desainnya menampilkan Soekarno dan berbagai representasi kerja rakyat seperti penenun, pandai besi, dan gambaran industri pertanian, termasuk pohon tebu dan tembakau.
ORI Baru (1949)
Gambar: Uang Rp100 baru. (Wikimedia Commons)
Seri ini juga dicetak di Yogyakarta dan ditandatangani oleh Lukman Hakim. Pecahannya meliputi Rp 10 sen, Rp 1/2, Rp 1, Rp 10, dan Rp 100.
Karena diterbitkan menjelang pengakuan kedaulatan pada Konferensi Meja Bundar (KMB), jumlah peredarannya sangat terbatas. ORI Baru menjadi salah satu koleksi terlangka dalam sejarah mata uang Indonesia.
ORI Seri Pemandangan Alam I-II (1951-1953)
Gambar: Uang Rp100 seri pemandangan alam. (Museum Nasional Sejarah Amerika)
Diluncurkan saat nasionalisasi
De Javasche Bank, seri ini menampilkan pemandangan pantai, sawah, dan pohon kelapa pada pecahan Rp1 dan Rp2½.
Ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Soemitro Djojohadikoesoemo, uang ini menjadi penghubung transisi dari ORI ke otoritas Bank Indonesia.
Seri Kebudayaan (1952)
Gambar: Uang Rp1000 seri kebudayaan menggambarkan Arca Padmani Candi Prambanan. (Wikimedia Commons)
Tahun 1952 menjadi awal penerbitan uang resmi oleh Bank Indonesia yang merupakan hasil nasionalisasi
De Javasche Bank. Tokoh nasional seperti R.A. Kartini (Rp5) dan Pangeran Diponegoro (Rp100) tampil pada uang dengan motif batik di bagian belakang.
Pecahan lain yang diterbitkan antara lain Rp10, Rp25, Rp50, Rp500, dan Rp1.000. Uang senilai Rp1000 pertama kali muncul dalam seri ini.
Seri Suku Bangsa (1954–1956)
Gambar: Uang Rp1 seri suku bangsa. (Wikimedia Commons)
Meski Bank Indonesia telah berdiri sejak 1952, seri ini tetap dicetak sebagai uang negara. Desainnya menampilkan wajah laki-laki dan perempuan dengan gaya realis untuk mencerminkan keberagaman suku bangsa Indonesia.
Uang pecahan Rp1 berukuran 130 × 60 mm dengan warna dominan biru menampilkan gambar perempuan di bagian depan dan lambang Garuda Pancasila di belakang.
Pecahan Rp2½ memiliki kombinasi warna merah dan hijau dengan gambar pria di depan dan juga Garuda di belakang. Kedua pecahan ini mengalami dua periode tanda tangan: pertama oleh Menteri Keuangan Ong Eng Die pada 1954, dan kedua oleh Jusuf Wibisono pada 1956.
Seri ini menjadi representasi visual awal dari semangat persatuan dalam keberagaman etnis di Indonesia pascakemerdekaan.
Seri Hewan (1957)
Gambar: Uang Rp5000 bergambar banteng. (Wikimedia Commons)
Seri ini menampilkan satwa khas Indonesia, seperti orang utan (Rp5), rusa Jawa (Rp10), badak Jawa (Rp25), hingga komodo (Rp2.500) dan banteng (Rp5.000).
Ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara dan Sabaroedin, dengan Loekman Hakim menandatangani pecahan tertinggi yaitu Rp5000 yang pertama kali muncul dalam siklus moneter Indonesia.
Seri Pekerja I (1958)
Gambar: Uang Rp5000 bergambar petani. (Wikimedia commons)
Seri Pekerja mencerminkan semangat pembangunan dan penghargaan terhadap kerja keras rakyat Indonesia pada masa pascakemerdekaan.
Seri pertama, yang terbit tahun 1958, menampilkan berbagai profesi seperti pembatik, pemintal benang, pemecah kelapa, hingga petani, mencerminkan sektor-sektor produktif yang menopang perekonomian nasional. Dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran,
uang-uang ini memiliki rentang pecahan dari Rp5 hingga Rp5.000.
Seri Bunga dan Unggas (1959)
Gambar: Uang Rp100 seri Bunga dan Unggas menggambarkan bunga Patma Raksasa. (Wikimedia Commons)
Dicetak di Inggris oleh Thomas De La Rue, seri ini menyatukan kekayaan flora dan fauna nusantara. Desain menonjolkan bunga seperti Wijayakusuma dan Seroja serta burung khas seperti cenderawasih, kakatua, dan rangkong badak.
Seri Pekerja II (1963-1964)
Gambar: Uang Rp10000 bergambar nelayan. (Wikimedia Commons)
Seri pekerja kemudian diperbarui pada periode 1963–1964 dengan penambahan pecahan Rp10.000 dan pembaruan desain, namun tetap mempertahankan tema besar yang menonjolkan pekerja dan suasana kerja di berbagai sektor, hal tersebut menunjukkan tingkat inflasi Indonesia pada masa tersebut yang kian memburuk.
Pecahan uang senilai Rp10.000 pertama kali muncul dalam seri ini.
Seri Soekarno (1965–1967)
Gambar: Uang Rp100 seri Soekarno. (Bank Indonesia)
Seri ini terbit sebagai bagian dari kebijakan penarikan dan penerbitan uang baru yang dimulai pada 13 Desember 1965, saat Presiden Soekarno memberikan wewenang kepada Bank Indonesia untuk mencetak uang sendiri. Untuk pertama kalinya, terdapat pemisahan peran antara uang yang diterbitkan oleh Pemerintah dan oleh Bank Indonesia.
Pecahan Rp1 dan Rp2,5 diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Uang Rp1 berwarna merah dengan gambar Soekarno di bagian depan dan penari di belakang, serta tanda air Garuda Pancasila dan tanda tangan Menteri Keuangan Soemarno.
Uang Rp2,5 berwarna biru menampilkan Soekarno di depan dan penari perempuan Bali di belakang, dengan elemen pengaman serupa. Keduanya dirilis tahun 1965 dan ditarik kembali pada 1968.
Sementara itu, pecahan Rp5, Rp10, Rp25, Rp50, Rp100, Rp500, dan Rp1.000 diterbitkan oleh Bank Indonesia. Seluruh pecahan menampilkan wajah Presiden Soekarno di bagian depan dan penari tradisional dari berbagai daerah di bagian belakang.
Seri Soedirman (1968)
Gambar: Uang Rp100 seri Soedirman. (Bank Indonesia)
Diluncurkan pada awal Orde Baru, seri ini menjadi penanda era baru dalam desain uang rupiah.
Pecahan Rp100 menampilkan Jenderal Soedirman di bagian depan, sementara sisi belakang menggambarkan aktivitas pembangunan nasional seperti industri dan pertanian. Desain ini mencerminkan fokus pemerintahan Soeharto pada stabilitas dan pembangunan ekonomi.
Seri Tahun 1975–1977
Gambar: Uang Rp10000 menggambarkan relief kisah Ramayana di Candi Borobudur. (Bank Indonesia)
Seri ini memperkenalkan beberapa desain baru pada pecahan Rp100 hingga Rp10.000. Pecahan Rp100 bergambar badak Jawa, Rp500 menampilkan Rahmi Hatta dan bunga anggrek Vanda, Rp1.000 bergambar Pangeran Diponegoro, Rp5.000 memperlihatkan penjala ikan, dan Rp10.000 menampilkan relief Ramayana dari Candi Borobudur.
Keseluruhan desain menonjolkan kekayaan alam dan warisan budaya bangsa.
Seri Tahun 1979–1982
Gambar: Uang Rp10000 menggambarkan orang memainkan gamelan. (Bank Indonesia)
Seri ini memperbarui beberapa pecahan. Pecahan Rp10.000 yang sebelumnya menampilkan relief Ramayana diganti menjadi gambar pemain gamelan.
Rp500 menampilkan bunga bangkai raksasa, Rp1.000 menampilkan tokoh pergerakan nasional Dr. Soetomo, dan Rp5.000 menampilkan pengasah intan. Tema yang diangkat tetap berfokus pada budaya dan kerja keras rakyat.
Seri Tahun 1984–1988
Gambar: uang Rp10000 menggambarkan R.A. Kartini. (Bank Indonesia)
Desain ulang dilakukan kembali untuk memperkuat unsur nasionalisme. Rp100 kini bergambar burung Goura victoria, Rp500 menampilkan kijang timor, Rp1.000 menggambarkan Sisingamangaraja XII, Rp5.000 bergambar Teuku Umar, dan Rp10.000 menampilkan R.A. Kartini.
Seri ini mempertegas representasi pahlawan nasional dari berbagai daerah.
Seri Tahun 1992–1993
Gambar: uang Rp50000 menggambarkan Soeharto. (Bank Indonesia)
Seri ini menandai perubahan besar dengan desain lebih modern dan warna mencolok. Pecahan Rp100 bergambar kapal Pinisi, Rp500 menampilkan orang utan, Rp1.000 bergambar Danau Toba, Rp5.000 menampilkan alat musik Sasando dari Rote, Rp10.000 bergambar Hamengkubuwono IX, dan Rp20.000 menampilkan burung cenderawasih.
Pecahan Rp50.000 juga diterbitkan untuk sebagai peringatan 25 tahun pembangunan menampilkan Presiden RI kedua Soeharto dan Bandara Soekarno-Hatta.
Seri Tahun 1998–1999
Gambar: uang Rp100000 menggambarkan Soekarno-Hatta. (Bank Indonesia)
Revisi desain dilakukan untuk menghadapi krisis moneter. Pecahan besar mulai mendominasi: Rp10.000 bergambar Cut Nyak Dhien, Rp20.000 bergambar Ki Hajar Dewantara, Rp50.000 bergambar W.R. Soepratman, dan pertama kalinya uang Rp100.000 beredar menampilkan duet proklamator Soekarno-Hatta.
Seri Pahlawan Nasional I (2000–2011)
Gambar: uang Rp100000 menggambarkan Soekarno-Hatta. (Bank Indonesia)
Menyambut reformasi, Bank Indonesia kembali mengusung desain dengan tokoh pahlawan nasional dari berbagai daerah, disertai fitur keamanan modern seperti kode tunanetra, benang pengaman, dan tinta berubah warna.
Pecahan Rp1.000 menampilkan Kapitan Pattimura dengan latar Gunung Gamalama. Rp5.000 menampilkan Tuanku Imam Bonjol dan lanskap Sumatra Barat.
Rp10.000 yang terbit pada 2005 memperlihatkan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan ornamen Palembang.
Rp20.000 memuat Oto Iskandar di Nata dan motif budaya Sunda, sementara Rp50.000 bergambar I Gusti Ngurah Rai dan lanskap Bali. Pecahan Rp100.000 menampilkan kembali wajah Soekarno-Hatta di depan dan gedung DPR serta teks proklamasi di belakang.
Revisi dilakukan untuk membedakan warna antar pecahan serta memperkuat fitur keamanan pada tahun 2010-2011.
Rp10.000 diubah warnanya dari ungu kemerahan menjadi ungu kebiruan agar tak menyerupai Rp100.000. Tahun 2011, Rp20.000, Rp50.000, dan Rp100.000 diperbarui dengan rainbow printing, cetak mikro, dan elemen kasar agar dapat dikenali tunanetra.
Seri Pahlawan Nasional II (2016)
Gambar: Uang Rp100000 menggambarkan Soekarno-Hatta tersenyum. (Wikimedia Commons)
Diresmikan Presiden Joko Widodo pada 19 Desember 2016, seluruh pecahan
uang menampilkan pahlawan di depan dan tari tradisional di belakang.
Rp1.000 menampilkan Cut Meutia dan Tari Tifa; Rp2.000 bergambar Mohammad Husni Thamrin dan Tari Piring; Rp5.000 dengan Idham Chalid dan Tari Gambyong; Rp10.000 menampilkan Frans Kaisiepo dan Tari Pakarena; Rp20.000 memuat G.S.S.J. Ratulangi dan Tari Gong; Rp50.000 bergambar Djuanda Kartawidjaja dan Tari Legong; sedangkan Rp100.000 kembali menampilkan Soekarno-Hatta dan Tari Topeng Betawi.
Seri ini dilengkapi elemen anti-salin, tinta UV, dan kode tunanetra, menjadikannya uang dengan sistem keamanan paling lengkap hingga saat ini.
Dengan melihat perjalanan panjang desain uang Indonesia, tampak jelas bahwa setiap seri bukan sekadar alat transaksi, tetapi juga cerminan ideologi, dinamika sejarah, dan semangat zaman.
Dari ORI yang mencerminkan tekad kemerdekaan hingga seri modern yang mengangkat pahlawan dan budaya, uang rupiah telah menjadi media visual yang merekam narasi bangsa—mengingatkan kita bahwa nilai sebuah negara tidak hanya tercermin dari nominal, tetapi juga dari warisan dan identitas yang diabadikan dalam desainnya