Candra Yuri Nuralam • 10 September 2025 08:06
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada praktik jual beli kuota haji tambahan di Kementerian Agama (Kemenag). Modus itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi dalam penyelenggaraan dan pembagian kuota haji.
“Jadi, kalau jual belinya tidak secara langsung, kalau di sini kan disebutkan jual beli tadi yang ditanya-tanya, tapi tidak secara langsung,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 10 September 2025.
Asep menjelaskan modus jual beli ini dimulai ketika para asosiasi biro jasa perjalanan ibadah, mengetahui Indonesia diberikan tambahan 20 ribu kuota haji oleh Pemerintah Arab Saudi, pada 2024. Sejatinya, pemerintah harus membagi 20 ribu kuota itu dengan persentase 92 persen untuk jamaah haji reguler, dan delapan persen untuk khusus.
Namun, Kemenag era eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas malah memberikan kebijakan tersendiri dengan membagi rata kuota untuk jamaah reguler dan khusus. Bahkan, ada surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Yaqut.
“Yang seharusnya hanya 1.600 kuota khususnya, jadi ada tambahan 8.400 dari kuota reguler yang menjadi kuota khusus,” ujar Asep.
Kebijakan pembagian dengan persentase rata itu diduga didasari oleh permintaan para asosiasi biro jasa haji dan umrah. Asep membantah ada perusahaan jasa travel yang jalan sendiri meminta tambahan kuota ke Kemenag.
“Mereka (asosiasi) sudah melakukan lobi-lobi. Jadi, tidak sendiri-sendiri untuk travel agent ini, tapi, mereka tergabung di dalam asosiasi. Asosiasi inilah yang kemudian menghubungi para oknum pejabat yang ada di Kemenag,” ucap Asep.
Menurut Asep, para asosiasi ini meminta pejabat Kemenag untuk memberikan kuota khusus lebih banyak, dan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Pejabat yang dilobi tidak dirinci oleh KPK.
“Jadi dengan adanya tambahan kuota tersebut, kuota khusus ini, kemudian kuota itu dibagikan oleh masing-masing asosiasi ini ke travel agent yang menjadi anggotanya,” ujar Asep.
KPK menduga lobi-lobi pendapatan kuota ini disertai dengan pemberian uang. Pembayaran bahkan dilakukan menggunakan USD.
“Nah, dari sana ada sejumlah uang yang telah kita identifikasi sebesar USD2.600 sampai USD7.000, nah itulah sebetulnya uang yang per kuota yang mereka terima,” terang Asep.
KPK meyakini transaksi ini menyalahi aturan. Jamaah haji reguler jadi dirugikan gegara lobi-lobi untuk jamaah khusus ini.
“Itu mungkin diistilahkan, kalau jual beli kan sebetulnya ada barang, kemudian menjual, kemudian membeli, dan ini tidak, jumlah-jumlahnya (kuota) itu tidak pas,” beber Asep.
Pembagian kuota haji tambahan pun tidak didasari pertimbangan dalam aturan tertulis. Jumlah kuota dibagikan berdasarkan uang yang bisa diberikan oleh pihak swasta ke pejabat di Kemenag.
“Artinya si A dapat berapa, terserah yang punya uang dapat berapa. Tidak, tapi ini sudah dipatok seperti itu, nanti tinggal dikumpulkan melalui dari travel agent itu kemudian ke asosiasi,” kata Asep.
Masalah dalam kasus korupsi ini adalah karena adanya pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Indonesia sejatinya diberikan 20 ribu tambahan kuota untuk mempercepat antrean haji.
Dari total itu, pemerintah harusnya membaginya dengan persentase 92 persen untuk haji reguler, dan delapan persen untuk khusus. Namun, sejumlah pihak malah membaginya rata yakni masing-masing 50 persen.
Dalam kasus ini, KPK sudah banyak memeriksa pejabat di Kemenag. Lalu, pihak penyedia jasa travel umroh juga dimintai keterangan, salah satunya Ustaz Khalid Basalamah.
KPK rampung memeriksa Yaqut Cholil Qoumas pada Kamis, 7 Agustus 2025. Dia bersyukur bisa memberikan klarifikasi atas dugaan rasuah di tahap penyelidikan, terkait permasalahan kuota haji pada 2024.
“Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 7 Agustus 2025.
Yaqut tidak menghitung total pertanyaan yang dicecarkan penyelidik KPK kepadanya. Eks Menag itu juga enggan menyampaikan materi pemeriksaan, karena khawatir mengganggu KPK.
“Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikan ya, mohon maaf kawan-kawan wartawan,” ucap Yaqut.