Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman. Media Indonesia/Devi Harahap
Devi Harahap • 21 December 2024 00:09
Jakarta: Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N. Suparman, merespons pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito terkait wacana pilkada dengan sistem pendekatan asimetris. Pilkada asimetris adalah sistem yang memungkinkan ada perbedaan mekanisme pelaksanaan pilkada antardaerah, yang muncul karena suatu daerah memiliki karakteristik tertentu, seperti kekhususan dalam aspek keamanan.
“Kalau ada potensi kekerasan atau keamanan masyarakat di satu daerah dengan daerah yang lain seperti di Papua, jangan kemudian dilihat solusinya dengan pemilihan lewat DPRD. Seharusnya pemerintah bisa menggunakan pendekatan lain misalnya mengikatkan edukasi politiknya yang juga harus berbeda di setiap provinsi,” kata Herman dalam diskusi media bertajuk ‘Catatan Otonomi Daerah 2024’ di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2024.
Menurut Herman, pilkada bukan hanya menjadi bagian dari mekanisme politik untuk pengisian jabatan demokratis. Lebih dari itu, kata dia, pilkada idealnya menjadi sebuah implementasi pelaksanaan otonomi daerah yang sesungguhnya. Jika pilkada asimetris dilaksanakan, akan menimbulkan diskriminasi baru.
“Provinsi adalah salah satu daerah otonom. Selama ini selalu berkembang otonominya itu ada di kabupaten dan kota, padahal kalau kita lihat di undang-undang, provinsi juga punya kewenangan. Jadi pilkada melalui masyarakat harus terus dipertahankan,” ujar dia.
Baca Juga:
Mahalnya Biaya Politik Dinilai Tak Bisa Jadi Patokan Mengubah Sistem Pilkada |