Dewan Redaksi Media Group Ahmad Punto. MI/Ebet
Media Indonesia • 31 October 2024 06:20
PERINTAH Presiden Prabowo Subianto kepada menteri-menteri dalam Kabinet Merah Putih agar segera tancap gas dan berlari kencang memang sudah sewajarnya. Persoalan bangsa ini sudah sedemikian menumpuk, sehingga menuntut penyelesaian cepat dan nyata. Bukan sekadar penyelesaian di atas kertas alias omon-omon rencana tanpa aksi.
Di antara tumpukan masalah itu, yang akan lebih mendominasi tentu saja warisan persoalan dari pemerintahan terdahulu. Bagaimanapun, dalam setiap estafet kekuasaan, pasti diikuti juga dengan estafet persoalan. Tak cuma hal baik yang diwariskan, tapi juga banyak hal-hal buruk atau kekurangan yang dilungsurkan.
Artinya, walaupun itu masalah warisan, bukan berarti pemerintahan Prabowo boleh lepas tangan atau menjadikannya sebagai dalih untuk tidak membereskannya. Justru publik berharap pemerintahan yang baru, yang masih segar, yang baru saja mendapatkan pembekalan ala military way di Akademi Militer Magelang, dapat menerobos kebuntuan-kebuntuan masalah yang tak mampu ditembus pemerintah sebelumnya.
Entah itu sebuah kesialan atau berkah, instruksi tancap gas Presiden kepada para pembantunya langsung mendapatkan momentum di awal-awal kerja kabinet. Ada residu tiga permasalahan besar pada masa lalu yang muncul kembali di waktu hampir bersamaan, yang langsung akan menguji seberapa keren atau buruknya kerja pemerintahan baru ini. Tiga persoalan itu di tiga bidang yang berbeda.
Yang pertama, di bidang hukum. Jual-beli keadilan di lembaga peradilan kembali mencuat. Hal itu terungkap setelah Kejaksaan Agung menangkap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, sebagai tersangka penerima suap dalam sidang kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Ketiga hakim tersebut, pada Juli lalu, memvonis bebas Ronald.
Kebobrokan hukum dalam kasus tersebut tak berhenti sampai di situ. Hanya berselang sehari setelah menangkap hakim penerima suap, Kejagung menangkap Zarof Ricar, eks pejabat di Mahkamah Agung. Zarof diduga menjadi makelar kasus alias markus dalam kasasi Ronald Tannur.
Belakangan juga terkuak bahwa Zarof sudah menjalankan 'profesi' sebagai markus itu selama 10 tahun lebih. Artinya, transaksi perkara di lembaga peradilan itu memang terus berlangsung dan sudah dianggap hal yang lumrah. Mungkin hanya sebagian kecil yang kemudian terungkap. Selebihnya aman, tidak terdeteksi, tidak pula menjadi atensi.
Baca Juga:
Kejagung Usut Aliran Dana Kasus Importasi Gula |
Baca Juga:
Prabowo Gelar Rapat Tertutup Bersama Sejumlah Menteri Bahas Kebijakan Subsidi |