Ilustrasi, gedung kantor Gudang Garam. Foto: multioptimal.com
Husen Miftahudin • 7 September 2025 14:27
Jakarta: Kabar mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di PT Gudang Garam mencuat setelah beredarnya sebuah video viral di media sosial. Dalam rekaman itu, tampak ratusan hingga ribuan karyawan saling berjabat tangan, menangis, dan memperlihatkan suasana perpisahan.
Meski belum ada pernyataan resmi terkait hal tersebut, isu ini menjadi perhatian besar di tengah lesunya perekonomian. Bahkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal isu PHK massal tersebut menjadi bukti nyata merosotnya daya beli masyarakat.
"Bila benar terjadi PHK di PT Gudang Garam, ini membuktikan daya beli masyarakat masih rendah, sehingga produksi rokok menurun," ujar Iqbal kepada Media Indonesia, Minggu, 7 September 2025.
Said mendesak pemerintah segera turun tangan menyelamatkan industri rokok nasional sekaligus melindungi para buruh. Namun, ia mengingatkan agar langkah pemerintah tidak sekadar janji manis seperti kasus PHK massal di Sritex, di mana hak-hak buruh bahkan tunjangan hari raya (THR) dituding tak dibayarkan.
Menurut dia, penyelamatan industri rokok perlu dilakukan agar keberlangsungan pekerjaan buruh tetap terjaga. "Selamatkan puluhan ribu buruh yang terancam PHK. Pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan, tapi jangan seperti kasus PHK Sritex," tekan Said mengingatkan.
(Tangkapan layar situasi PHK massal di pabrik Gudang Garam yang viral di media sosial. Foto: Istimewa)
Profil PT Gudang Garam
PT Gudang Garam merupakan produsen rokok terbesar ketiga di Indonesia yang berkantor pusat di Kediri. Perusahaan ini didirikan Surya Wonowidjojo (Tjoa Ing-Hwie) yang pada 1956 membeli lahan untuk memproduksi rokok kretek. Setelah beroperasi selama dua tahun, Surya memberikan nama perusahaannya sebagai Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam.
Pada tahun 1966, perusahaan ini telah menjadi produsen sigaret kretek tangan (SKT) terbesar di Indonesia, dengan ribuan karyawan dan kapasitas produksi 50 juta batang SKT per bulan. Pada pertengahan dekade 1960-an, krisis politik Indonesia sempat membuat perusahaan ini kehilangan banyak karyawan, tetapi perusahaan ini berhasil bangkit kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Kebangkita Gudang Garam setelah masa keterpurukannya terjadi saat perusahaan mengubah badan hukum menjadi Perseroan Terbatas (PT) dan mulai mengekspor produknya. Gudang Garam bahkan mendatangkan mesin pembuat
rokok untuk menaikkan produksinya dua kali lipat.
Diketahui, sejak dekade 1970-an, Gudang Garam masih setia memproduksi Sigret Kretek Tangan (SKT), dan baru mendatangkan mesin pembuat rokok pada 1979 untuk memproduksi rokok dengan sistem Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Mesin pembuat rokok tersebut kemudian berhasil menaikkan produksi perusahaan ini menjadi dua kali lipat, yakni dari sembilan miliar batang per tahun menjadi 17 miliar batang per tahun.
Pada 1990, Gudang Garam melantai di Bursa dengan kode GGRM dan penawaran perdana pada harga Rp10.250 per lembar. Pada krisis ekonomi 1998, Gudang Garam menjadi perusahaan konglomerasi terbesar kelima di Indonesia yang bahkan tidak bergantung pada utang luar negeri. Selepas krisis, perusahaan ini memperluas jumlah pabriknya.
Pada 2017, perusahaan ini menguasai sekitar 21 persen pangsa pasar rokok nasional, dengan pabrik di Kediri, Sumenep, Karanganyar, dan Gempol. Pada 2021, perusahaan ini mendirikan tiga anak usaha baru, masing-masing untuk berbisnis di bidang impor, distribusi, dan produksi rokok elektrik. Tetapi tiga perusahaan tersebut belum mulai beroperasi.
Pada 2022, perusahaan ini mendirikan PT Surya Kerta Agung untuk berekspansi ke bisnis pengelolaan jalan tol dan menyuntikkan modal sebesar Rp1 triliun ke anak perusahaannya, PT Surya Dhoho Investama, untuk mengelola Bandara Dhoho di Kediri.