Kejagung Diingatkan Tak Masuk Angin Usut Megakorupsi Pertamina

Kejaksaan Agung. Media Indonesia.

Kejagung Diingatkan Tak Masuk Angin Usut Megakorupsi Pertamina

Tri Subarkah • 28 February 2025 15:51

Jakarta: Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Muhammad Fadhil Alfathan mengingatkan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak masuk angin dalam menangani kasus megakorupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (persero). Kasus ini diharapkan terus dikembangkan.

"Kami berharap kasus penegakan pidananya berjalan lancar dan jangan layu sebelum berkembang juga," ujar Fadhil usai acara peluncuran Pos Pengaduan Warga Korban Pertamax Oplosan di Kantor LBH Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.

LBH menilai ada potensi penyidikan tersebut diintervensi oleh pihak lain. Sehingga, rangkaian kasus yang sudah diungkap sebelumnya menjadi tak maksimal saat dibawa ke pengadilan.

"Kami khawatir kejaksaan diintervensi oleh banyak pihak, misalnya modus manipulasi RON 92-nya enggak ada dalam dakwaan, kan bahaya betul itu," terang Fadhil.

Menurut Fadhil, proses blending atau pengoplosan minyak dengan RON 92 atau yang lebih dikenal di pasaran dengan nama pertamax dengan RON 90 atau pertalite yang kemudian dijual dengan harga pertamax hanyalah salah satu kejahatan yang terjadi dalam rangkaian megakorupsi tersebut.
 

Baca juga: Publik Dinilai Berhak Dapat Ganti Rugi dari Megakorupsi Pertamina

Berdasarkan konstruksi perkara yang dijabarkan Kejagung, dugaan korupsi tata kelola minyak mentah itu dimulai sejak pengondisian cadangan minyak dalam negeri sehingga dilakukan ekspor. Selain itu, celah korupsi lainnya juga dilakukan lewat impor minyak mentah lewat broker. 

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengingatkan, rangkaian korupsi yang terjadi di perusahaan pelat merah itu sangat terstruktur dan terencana. Indikasi pertama, kata dia, permufakatan jahat menurunkan produksi kilang dalam negeri sehingga timbul alasan impor untuk pemenuhan kebutuhan di Tanah Air.

"Kedua, tender impor dimainkan. Bahkan hanya tender pura pura semata. Pemenang sudah ditentukan sebelum lelang. Harga ditentukan dengan cara sekongkol sebelum lelang," jelas Zaenur.

Praktik lainnya yang terjadi adalah dengan mark-up harga impor minyak dan impor minyak jenis RON 90 yang menggunakan harga RON 92. Dengan terstrukturnya kejahatan tersebut, Zaenur menduga masih bakal ada pihak lain yang dijadikan tersangka. Sejauh ini, penyidik JAM-Pidsus sudah menersangkakan sembilan orang.

"Masih terbuka ada ada pelaku pelaku lain yang bahkan punya peran lebih sentral. Tugas penyidik harus kembangkan. Ungkap secara lengkap kejahatannya. Bongkar mafianya," kata Zaenur.

Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, proses blending atau pengoplosan RON tinggi dan RON rendah ditemukan penyidik berdasarkan fakta hukum. Untuk mendapat kejelasan soal praktik blending yang menjadi isu liar di tengah masyarakat, ia memastikan bahwa penyidik bakal menggandeng ahli. 

"Kita juga mengharapkan ada ahli yang menjelaskan itu. Karena yang sedang kita pastikan sekarang ini (blending) antara RON dengan RON," ujar Harli.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)