Tanpa Dukungan AS, Masa Depan Ukraina Dinilai Suram

Bendera Ukraina ditengah reruntuhan perang. (KATERYNA KLOCHKO/EFE)

Tanpa Dukungan AS, Masa Depan Ukraina Dinilai Suram

Riza Aslam Khaeron • 2 March 2025 13:59

Jakarta: Perseteruan terbaru antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan Ukraina dalam menghadapi agresi Rusia.

Trump memberikan ultimatum kepada Zelensky: "Kamu harus membuat kesepakatan, atau kami keluar."

Pernyataan ini menandai perubahan besar dalam kebijakan AS terhadap Ukraina, termasuk kemungkinan penghentian bantuan militer yang selama ini menjadi tulang punggung perlawanan Ukraina.
 

Status Bantuan Militer AS ke Ukraina yang Tidak Meyakinkan

Berdasarkan pengamat Mark F. Cancian yang juga merupakan kolonel di Angkatan Laut AS dan Chris H. Park dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), semua dana bantuan militer AS untuk Ukraina telah dikomitmenkan, tetapi berada dalam berbagai tahap distribusi.

Kongres AS telah mengalokasikan $86 miliar dalam lima putaran pendanaan tambahan serta dari anggaran dasar Departemen Pertahanan (DOD). Namun, paket bantuan terakhir disetujui pada April 2024, dan dengan pemerintahan Trump saat ini, kemungkinan besar tidak akan ada permintaan tambahan untuk bantuan baru.

Menurut mereka, AS mengirimkan bantuan militer melalui tiga jalur utama: Presidential Drawdown Authority (PDA), yang memungkinkan pemerintah mengambil langsung dari stok militer AS; Ukraine Security Assistance Initiative (USAI), yang mengalokasikan dana bagi Ukraina untuk membeli peralatan dari kontraktor AS; dan Foreign Military Financing (FMF), yang memberikan pinjaman kepada Ukraina untuk membeli perlengkapan pertahanan.

Saat ini, ada sekitar $4 miliar dana yang masih tersedia untuk pengiriman peralatan, tetapi DOD kehabisan anggaran untuk mengganti peralatan yang dikirimkan, sehingga mereka enggan melepaskan lebih banyak peralatan tanpa adanya jaminan penggantian.

Beberapa sistem, seperti HIMARS, dapat dikirim dalam hitungan bulan, sementara sistem pertahanan udara Patriot memerlukan waktu lebih dari satu tahun untuk pengadaan dan pengiriman penuh. Laporan CSIS memperkirakan bahwa meskipun dana telah habis, aliran perlengkapan militer akan terus berlanjut hingga 2025 berkat kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya.

Namun, pemerintahan Trump bisa saja menghentikan bantuan lebih lanjut. CSIS mencatat bahwa meskipun secara hukum kontrak USAI dan FMF telah mengikat, pemerintahan Trump masih dapat mengalihkan pengiriman dengan menggunakan otoritas darurat seperti Title I of the Defense Production Act, yang memungkinkan pemerintah mengalihkan produksi untuk kepentingan nasional. Jika ini terjadi, aliran bantuan ke Ukraina bisa berkurang drastis.
 

Bagaimana Eropa Bisa Mengisi Kekosongan?

Ukraina sangat bergantung pada bantuan AS untuk mempertahankan posisinya di medan perang. Zelensky sendiri mengakui bahwa "Ukraina memiliki peluang rendah untuk bertahan tanpa dukungan Amerika Serikat."

Meskipun negara-negara Eropa telah berjanji untuk menyediakan sekitar $40 miliar bantuan militer, Cancian dan Park menyebutkan bahwa jumlah ini mungkin hanya cukup untuk mempertahankan garis pertahanan, tetapi tidak cukup untuk memenangkan perang dan mengusir pasukan Rusia dari wilayah Ukraina.

Dengan kemungkinan penghentian bantuan AS, pertanyaannya adalah apakah Eropa bisa mengisi kekosongan tersebut. Menurut mereka "Uni Eropa telah menyetujui penggunaan aset Rusia yang dibekukan untuk mendukung kebutuhan militer Ukraina," tetapi kapasitas industri pertahanan Eropa sudah mencapai batasnya.

Sementara beberapa negara Eropa telah meningkatkan produksi senjata dan amunisi, skala produksi ini masih jauh dari cukup untuk menggantikan kontribusi AS. "Jika Amerika Serikat menghentikan bantuannya, banyak negara Eropa kemungkinan juga akan mengurangi bantuan mereka," kata Cancian dan Park.

Selain keterbatasan kapasitas industri, kendala birokrasi di Uni Eropa juga memperlambat proses pengiriman bantuan militer. Negara-negara seperti Jerman dan Prancis menghadapi tantangan dalam mempercepat produksi amunisi dan sistem pertahanan yang dibutuhkan oleh Ukraina. Cancian dan Parkmencatat bahwa banyak negara Eropa masih harus mengatasi masalah logistik dan rantai pasokan sebelum bisa memberikan bantuan yang lebih besar kepada Ukraina.

Sejumlah pemimpin Eropa, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Olaf Scholz, telah menyerukan peningkatan investasi dalam industri pertahanan Eropa untuk mengurangi ketergantungan pada Amerika Serikat. Namun, perubahan ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk benar-benar menghasilkan dampak yang signifikan di medan perang.

Selain Uni Eropa, Inggris juga telah memperkuat dukungan militernya terhadap Ukraina, termasuk mengirimkan lebih banyak sistem pertahanan udara dan amunisi. Namun, skala bantuan Inggris tetap jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang diberikan oleh Amerika Serikat selama tiga tahun terakhir.

Cancian dan Park juga mencatat bahwa tanpa keterlibatan penuh AS, Ukraina harus lebih banyak mengandalkan produksi senjatanya sendiri. Sejak invasi Rusia pada 2022, Ukraina telah meningkatkan produksi drone militer dan artileri, tetapi masih jauh dari cukup untuk mengimbangi kebutuhan di medan perang.

"Meskipun Ukraina telah mencapai kemajuan dalam produksi pertahanannya sendiri, skala produksinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan perangnya dalam jangka panjang," tulis mereka.
 
Baca Juga:
Disebut Kurang Bersyukur, Zelensky Sudah 33 Kali Berterima Kasih ke AS
 

Dampak Terhadap Medan Perang

Tanpa dukungan penuh AS, prospek Ukraina di medan perang menjadi suram. "Saat ini perang berada dalam kondisi stagnan, tetapi Rusia memiliki keunggulan inisiatif," tulis Cancian dan Park. "Pertahanan Ukraina di front timur mulai goyah, tetapi belum runtuh."

Cancian dan Park mencatat bahwa meskipun Rusia mengalami korban jiwa dalam jumlah besar, mereka tetap memiliki keunggulan dalam jumlah personel dan persediaan senjata dibandingkan Ukraina.

"Jika bantuan AS benar-benar dihentikan, Ukraina masih bisa bertahan, tetapi dengan kemampuan yang semakin menurun," tambah mereka.

Selain itu, mereka memperingatkan bahwa tanpa dukungan logistik AS, Ukraina akan mengalami keterbatasan amunisi dan suku cadang untuk sistem pertahanan canggihnya.

"Kapasitas produksi amunisi di dalam negeri masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan medan perang," kata Cancian dan Park. Jika Ukraina kehilangan kemampuan bertahan, Rusia dapat memperluas serangannya ke kota-kota besar seperti Kharkiv dan Odesa.

Selain aspek militer, penghentian bantuan AS juga dapat berdampak pada moral pasukan Ukraina. Pasukan yang kelelahan dan kekurangan peralatan akan mengalami tekanan psikologis lebih besar, sementara Rusia dapat memanfaatkan momentum ini untuk mempercepat operasinya di berbagai front.

Jika ini terjadi, Ukraina akan dipaksa menerima perundingan damai yang menguntungkan Rusia dan kehilangan lebih banyak wilayahnya.

Masa depan Ukraina kini berada dalam ketidakpastian. Jika AS sepenuhnya menghentikan bantuan militernya, Ukraina kemungkinan besar akan kesulitan untuk melanjutkan perlawanan secara efektif. Meskipun Eropa telah meningkatkan bantuan, kapasitas mereka masih jauh dari cukup untuk menutupi kekurangan akibat hilangnya dukungan AS.

"Intinya: Prospek bagi Ukraina suram. Dalam skenario terbaik, bantuan dari AS dan Eropa terus berlanjut, yang cukup untuk menstabilkan garis depan, menahan serangan Rusia, dan membeli waktu untuk mencapai penyelesaian melalui negosiasi—mungkin dengan Rusia yang lebih bersedia berkompromi saat jumlah korban mereka melewati angka 1 juta," Tulis Cancian dan Park.

"Sangat tragis bahwa rakyat Ukraina berada di titik ini setelah tiga tahun perlawanan heroik dan pengorbanan," tutupCancian dan Park.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)